Jum'at, 26 April 2024

Genmuda – Awal bulan Mei ini ada satu film Sci-fi dan Drama yang diperanin sama Emma Watson, John Boyega, Tom Hanks, Karen Gillan dan Ellar Coltrane. Walau dari trailernya keliatan menjanjikan tapi kamu jangan langsung percaya gitu aja, Kawan Muda.

Diadaptasi dari novel berjudul serupa karya Dave Eggers, “The Circle” versi layar lebar malah punya rating yang cukup payah. IMDb, Metacritic, dan Rottentomatoes bahkan memberikan nilai di bawah 6 buat film garapan James Ponsoldt tersebut.

Meski demikian tema filmnya gak jelek-jelek banget sih. Diceritain jika Mae Holland (Emma Watson) seorang sales asuransi, mendapat kesempatan bekerja di salah satu perusahan teknologi dan media sosial terbesar bernama “The Circle” (mirip-mirip Google). Salah satu proyek yang dikembangakan sama pendirinya Eamon Bailey (Tom Hanks) adalah menjadikan setiap pengguna “The Circle” transparan dengan kegiatan mereka sehari-hari lewat jargon “Knowing is Good. Knowing Everything is Better.”

Teknologi ini memungkinkan semua orang di seluruh dunia menonton rutinitas setiap orang sehari-hari secara online, kecuali saat mereka ke toilet (itupun cuma dikasih waktu 3 menit). Sayangnya dari tema fresh tersebut Genmuda.com bakal kasih tau kamu beberapa alasan yang menjadikan film ini malah terkesan biasa atau malah mengecewakan buat kamu tonton. Baca aja dulu di bawah sebelum kamu nonton ke bioskop, daripada kecewa.

1. Konfliknya bias

Via: Motion Picture Artwork
Tom Hanks dan Emma Watson di film THE CIRCLE
Motion Picture Artwork © 2017 STX Financing, LLC.

Oke, berhubung tema utama membahas transparasi sosial secara online melalui cloud, sialnya banyak konflik yang dibuat gak jelas sama film ini. Mulai dari isu kesehatan, keselamatan berkendara, atau keputusan seorang males menggunakan media sosial (yang dipaksa ikut online) rasanya kayak sesuatu yang dipaksain gitu aja. Walau maksudnya mengkritik, tapi tetep aja masalah yang ditawarkan menjadi bias, bahkan monoton.

2. Latar belakang Eamon Bailey seolah jadi nomor sekian

via: Google
(Sumber: Istimewa)

Punya peran penting layaknya Steve Jobs atau Bill Gates dalam perusahaan teknologi karakter Eamon Bailey malah tenggelam gak punya penjelasan yang jelas. Kalo pun ada, porsinya mungkin cuma narasi antara Mae dengan Annie (Karen Gillan). Selebihnya seseorang yang visioner dalam perusahan cuma jadi orang yang ambisius dengan latar belakang dan motivasi yang agak nanggung.

3. Kebanyakan Emma Watson

via: Motion Picture Artwork
Motion Picture Artwork © 2017 STX Financing, LLC.

Entah sengaja atau emang itu yang ngejual, kasus film ini gak beda jauh sama “Beauty and the Beast.” Kendati jadi karakter utama, Mae yang diperankan oleh Emma Watson malah membuang banyak durasi dengan dialog atau adegan yang gak mendukung inti jalan cerita. Sorry to say, wajar jika akhirnya klimaks film ini kayak kurang greget atau malah terkesan skip.

4. Peran (jadi gak penting) John Boyega, Karen Gillan, Ellar Coltrane

via: Google
(Sumber: Istimewa)

Dua aktor ini sejatinya punya peran gak kalah penting di dalam film. Ty Laffitt (John Boyega) adalah salah satu perintis perusahaan malah terkesan misterius dengan porsi yang bisa dibilang sedikit. Sebaliknya Annie sebagai sahabat baik Mae dan Mercer (Ellar Coltrane) mantan pacarnya, seolah cuma jadi hiasan tanpa perlu dijelaskan apa aja yang mereka lakukan atau apa keputusan mereka sangat membenci perusahaan teknologi “The Circle.” Berhubungan sama alasan sebelumnya, kuatnya persona Mae yang diperanin sama Emma Watson malah jadi bumeran sehingga tiga pemain ini gak berkembang.

5. Kebanyakan teknologi yang gantung

via Motion Picture Artwork
Motion Picture Artwork © 2017 STX Financing, LLC.

Durasi film semakin membosankan saat Eamon Bailey menjelaskan berbagai macam teknologi yang lagi dikembangin oleh perusahaannya. TAPI… ibarat “makan belum selesai udah disuruh cuci piring”, satu teknologi belum selesai dikupas hingga akhir, eh udah ada aja teknologi barunya yang bikin bingung. Penonton yang tadinya dibuat kagum oleh presentasi Bailey akhirnya dipaksain menerima pemikiran penulis skenario yang jatuhnya seperti dipaksain.

Terlepas dari alasan yang udah Genmuda.com jelasin di atas, sejatinya “The Circle” nyentil banget sama kehidupan modern yang serba online, mulai main game, sosial media, shopping, atau sekedar main judi online. Semua data milik kamu pun seolah jadi konsumsi publik tanpa ada batasan. Singkatnya pesan serius bahwa setiap orang TETEP butuh privasi terasa kurang sampai lantaran eksekusi yang kurang epik.

Comments

comments

Saliki Dwi Saputra
Penulis dan tukang gambar.