Kamis, 2 Mei 2024

Genmuda – Ketangandinginan Deathstroke, Deadpool, hingga Agent 47 menghabisi nyawa target kalah jauh dari “Slaughterbot.” Drone pembunuh itu mampu melubangi tengkorak mangsanya dengan cepat dan presisi.

Drone tanpa pilot jarak jauh yang bergerak dengan komando kecerdasan buatan (AI) itu dimunculin dalam video rilisan Profesor Ilmu Komputer University of California Berkeley (UC Berkeley), Stuart Russell.

Apa itu slaughterbot?

via futureoflife.org
Rancang bangun Slaughterbot. (Sumber: futureoflife.org)

Video berdurasi 7 menit 47 detik itu dimulai dengan adegan presentasi seperti yang biasa dilakuin perusahaan teknologi macam Apple, Google, atau Microsoft. Bukan nampilin ponsel baru, presenter luncurin drone pembunuh.

Satu drone jenis quadcopter itu dilengkapi AI, kamera wide, seperangkat sensor, pemindai wajah, dan bahan peledak ringan yang mampu melubangi kepala atau tembok persembunyian sasaran.

Saat diterbangkan bersamaan, masing-masing slaughterbot bergerak secara mandiri untuk memangsa buruannya. Sensor sensitif yang digabung kemampuan manuver taktis membuat slaughterbot hampir gak mungkin ditembak jatuh, apalagi dijaring.

Sasaran slaughterbot ditentukan berdasarkan profiling, alias ciri-ciri. Misalnya, dengan memberitahu AI soal gambar wajah, jenis kelamin, berat, tinggi, ukuran badan, hashtag favorit, hingga ideologi targetnya. Siapapun orang yang berciri seperti itu langsung “dihabisi.”

Cara memperolehnya?

via boingboing.net
Efek ledakan “ringan” Slaughterbot di kepala. (Sumber: boingboing.net)

“Dengan pemesanan 25 juta dolar AS, diperoleh drone yang lebih kecil dari telapak tangan itu untuk menghabisi setengah penduduk kota dalam waktu singkat,” kata presenter di videonya.

Awalnya, slaughterbot diciptain supaya para tentara yang berperang lawan teroris gak perlu kehilangan nyawa. Akan tetapi, slaughterbot justru jatuh ke tangan pihak gak bertanggung jawab yang meneror kota.

Akhirnya, keadaan seluruh kota mencekam. Orang-orang dilarang keluar rumah dan tiap jendela diberi perlindungan ekstra supaya gak bisa dijebol pasukan slaughterbot teroris.

Itu beneran???

via berkeley.edu
Profesor Stuart Russell. (Sumber: berkeley.edu)

Naskah cerita menyeramkan itu merupakan sebuah hipotesis Prof Stuart Russell dan Future of Life Institute, lembaga teknologi masa depan manusiawi garapan ilmuwan jenius Stephen Hawking dan Elon Musk.

Intinya, video itu fiktif. Namun, ada kemungkinan terjadi kalo para ilmuwan, pemerintah, lembaga sosial, aktivis, mahasiswa, dan manusia pada umumnya bikin teknologi tanpa mendengarkan nurani.

“Meski AI menyimpan potensi besar untuk kebaikan manusia, menyerahkan tugas algojo pada mesin justru membahayakan keamanan dan kebebasan seluruh manusia,” kata Russell dikutip mercurynews.com.

Emang bakalan ada gitu drone ajaib macam itu?

via mydronelab.com
Drone mini zaman sekarang. Jangan sampai deh dipasangi senjata mematikan. (Sumber: mydronelab.com).

Justru itu. Russell yakin drone macam slaughterbot sangat mungkin tercipta karena berbagai teknologinya udah tersedia. Drone segede telapak tangan kan ada. Kamera wide angle ada di banyak ponsel.

Bahan peledak ringan sih udah dimiliki hampir tiap tentara di seluruh dunia sejak bertahun-tahun lalu. Terus, teknologi mengemudikan sendiri (auto-pilot) oleh AI udah tertanam di beberapa mobil Tesla.

Kalo dunia cuek-cuek aja sama keberadaan teknologi itu, Russell khawatir akan ada ilmuwan gila yang meramu berbagai teknologi itu hingga jadi alat pembunuh paling mematikan, lebih efektif dan efisien dari nuklir.

via cnbc.com
Fitur autopilot mobil Tesla. (Sumber: cnbc.com)

Bersamaan dengan rilisnya video tersebut, PBB menggelar konferensi internasional yang bertujuan untuk mencegah kelahiran robot-robot pembunuh dalam bentuk apapun.

Kita berdoa aja semoga masa depan di dunia nyata jauh lebih baik daripada di videonya Prof Russell. Gimana menurut Kawan Muda? Kemajuan teknologi apa yang paling membantu dan apa yang paling menyusahkan kamu?

(sds)

Comments

comments

Charisma Rahmat Pamungkas
Penulis ala-ala, jurnalis muda, sekaligus content writer yang mengubah segelas susu cokelat hangat menjadi artikel.