Genmuda – Peluncuran pesawat tanpa awak Ekspedisi ‘Menembus Langit’ 2016 bukan hanya tembus lapisan troposfer di angkasa, tapi juga ‘langit’ keterbatasan manusia. Soalnya, ekspedisi angkasa ini dibuat dengan budget relatif rendah dan menggaet berbagai entitas muda.
Pesawatnya lepas landas menggunakan ‘balon stratosfer’ berisi helium dari Balai Uji Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) di Garut, Jumat (28/10), sekitar 06.15 WIB. Sementara itu, pusat kendali dan komunikasinya berada di Gedung Cyber, Jakarta.
Nah, Genmuda.com sempet menyaksikan persiapan kru di pusat kendali, mengikuti hitung mundur peluncuran, nonton pendaratan pesawat ulang-aliknya kembali ke tempat peluncurannya, dan tentu saja ngobrol sama kru di sana.
“Bagi kami, peluncuran ini bukan hanya untuk menembus langit di angkasa, melainkan ‘langit keterbatasan’ yang dibuat manusia dalam pikirannya sendiri,” ungkap Azhar T Pangesti, Direktur Program Ekspedisi ‘Menembus Langit’ 2016.
Secara personal, Azhar pengen mematahkan kepercayaan yang bilang kalo Indonesia belum bisa bikin dan luncurin pesawat ke lapisan stratosfer tanpa bantuan asing. Doi pun bertekad buktiin kalo peluncuran ekspedisi pesawat stratosfer engga butuh biaya gede.
“Nih, buktinya ada pesawat tanpa awak buatan lokal yang mampu,” ujarnya.
Proyek keroyokan
FYI, ekspedisi ini merupakan proyek ‘keroyokan’ berbagai entitas, seperti perusahaan pesawat Aeroterrascan, DenganSenangHati.com, Beritagar.ID, Brodo Shoes, Festivo Camera, GDI Lab, Internet Data Center, juga InMotion.
Ada juga Interindo Multimedia, Lab Kinetic, Layaria Production, Malesbanget.com, Monoponik Studio, Panenmaya, Tees.co.id, dan LAPAN tentu saja. Eits, belum selesai. Ada juga sejumlah individu kreatif yang bikin lagu buat jadi themesong ekspedisi ini.
Karena masing-masing menyumbangkan aset dan tenaga itu lah biaya peluncuran ‘Menembus Langit’ bisa relatif rendah. “Jeroan ulang-aliknya saja di bawah 100 juta, kok. Relatif rendah lah,” kata Azhar.
Sementara itu, CEO DenganSenangHati.com, Daus Gonia bercerita, “Kami mendukung program seperti ini karena bertekad menyebarluaskan keahlian membuat pesawat seperti ini.” Lembaga yang dipimpinnya itu sendiri merupakan lembaga riset dan pengembangan yang kekinian.
Penjelasan teknis sedikit
“Pesawatnya bisa dibilang ulang-alik karena karakteristiknya mirip. Pesawat Ai-X1 ini bisa dipakai lagi di penerbangan-penerbangan selanjutnya, seperti halnya pesawat ulang-alik. Hanya saja, skala pesawat kami lebih kecil,” kata Azhar.
Secara teknis, pesawat lokal itu berukuran 621,14 cm x 1006 cm. Berat pesawat dan jeroannya sekitar 2,7 kilogram. Karena ada tambahan perangkat dari LAPAN dan alat-alat navigasi lain, beratnya jadi sekitar 3 kilogram. Karena itu, bisa diterbangin pakai balon berisi sekitar 6 liter gas helium.
Pesawatnya diluncurin buat mengetahui kondisi stratosfer Indonesia serta data penerbangan ke sana. Data yang terkumpul nantinya dipublikasikan online, dibukukan, dan disebarkan ke kampus-kampus pilihan. Kru peluncuran berharap data itu bisa jadi acuan membuat pesawat tanpa awak High Altitude Long Endurance (HALE) yang bisa dijadikan satelit.
“Tidak tertutup kemungkinan nantinya pesawat ini akan dipergunakan dalam kemiliteran Indonesia,” tutur Dian Rusdiana Hakim, inisiator ‘Menembus Langit.’ Doi pun bertekad memasangkan peluncur roket ke pesawat ulang-aliknya di kesempatan yang akan datang.
Dua kendala
Meski udah uji-coba sejak Agustus dan sering melakukan simulasi, masih ada aja sejumlah tantangan yang dihadapi kru. Waktu percobaan pertama, balon udara sempat turun lagi karena tersangkut tali pengaman waktu diterbangkan.
Percobaan kedua berjalan lancar, balonnya melesat menembus angin dan awan. “Bila semua berjalan sesuai rencana, kira-kira butuh waktu 1,5 jam untuk sampai di ketinggian 30 kilometer, sesuai target awal kami,” jelas Dian Rusdiana.
Tantangan kedua dihadapi waktu balon yang mengangkut pesawat itu tiba di ketinggian sekitar 10 kilometer. Awan hitam membuat sinyal GPS pesawat terganggu hingga akhirnya Ai-X1 melepaskan diri dari balonnya.
“Pelepasan diri itu terjadi dengan sendirinya karena ada sistem pengaman yang kami tanam,” kata Dian. Lebih jelasnya lagi, Azhar bilang kalo gangguan sinyal GPS itu membuat pesawat mengira sedang dalam keadaan jatuh. Agar engga rusak akibat tersangkut balon, sistem otomatis memerintahkan pesawat melepaskan diri.
Pesawat itu pun kembali ke atas tempat peluncurannya di Garut sambil turun perlahan. Ketika tiba saat mendarat, kru mengambil alih kendali pesawat agar pendaratannya mulus.
Meski belum mencapai target 30 kilometer, semua pihak yang terlibat optimis mereka bisa mengalahkan rekor yang dicetak sebelumnya. Waktu uji-coba Agustus, pesawat mereka bisa mencapai ketinggian 12,9 kilometer.
Oleh karena itu, peluncuran Ekspedisi ‘Menembus Langit’ akan diulang pada Sabtu, 29 Oktober. Mereka menargetkan pesawat bisa terbang 40 menit di stratosfer hingga akhirnya mendarat dengan selamat. Proses lepas landas, terbang, dan mendaratnya bisa disaksikan lagi lewat streaming di internet. (sds)