Genmuda – Awal bulan Agustus 2019 ada lagi satu film horor yang diadaptasi dari buku cerita anak-anak karya Alvin Schwartz berjudul “Scary Stories to Tell in the Dark” yang dirilis tahun 1981-1991 dan diilustrasikan oleh Stephen Gammell.
Layaknya buku horor remaja, selalu ada rasa penasaran yang akhirnya berujung petaka. Pun halnya dengan film ini. Kawan Muda butuh referensi sebelum menonton? Nih, baca dulu review lengkapnya di bawah!
Mengungkap misteri di masa lalu
Cerita bermula dari sebuah kota kecil Mill Valey, Amerika Serikat, tahun 1968. Secara turun menurun masyarakat sekitar hidup dalam sebuah cerita rakyat keluarga Bellows, salah satu keluarga kaya raya yang memiliki pabrik kertas di awal abad ke-19.
Namun di balik kekayaan tersebut Keluarga Bellow mempunyai misteri akan puteri terakhir mereka bernama Sarah Bellow. Banyak masyarakat percaya bahwa Sarah mengidap penyakit aneh hingga ia harus dikurung dalam rubahan semasa hidupnya. Gak cuma itu, bahkan keluarga Bellow sengaja menghilangkan informasi mengenai Sarah.
Misteri Sarah Bellow pun menjadi cerita mistis yang melegenda. Masyarakat percaya bahwa anak yang sengaja datang ke rumah keluarga Bellow dan mendengarkan cerita dari Sarah akan mengalami nasib sial dan hilang secara misterius.
Tepat di malam Halloween sekelompok anak muda justru penasaran sama kisah mistis keluarga Bellow. Stella (Zoe Colletti), Ramon (Michael Garza), Auggie (Gabriel Rush), dan Chuck (Austin Zajur) malah sengaja datang ke rumah tua tersebut supaya bisa menghindar dari aksi bullying Tommy (Austin Abrams). Maksud hati cuma buat lucu-lucuan, Stella malah masuk ke dalam rubahan dan menemukan buku harian milik Sarah.
Awalnya Stella cukup kagum dengan apa yang ditulis oleh Sarah, namun keanehan demi keanehan mulai muncul semenjak buku tersebut ia ambil. Satu per satu cerita seram di dalam buku seolah menjadi kenyataan. Ajaibnya lagi, buku harian Sarah bisa menuliskan sendiri kisah-kisah baru dengan darah segar. Hiiih!
Enam cerita horor jadi satu
Gak cuma fokus pada satu hantu, film ini menghadirkan enam hantu yang hadir dari ketakutan masing-masing karakater. Menariknya mayoritas hantu (–lebih mirip monster) yang ada di film ini 80 persennya adalah kostum dan makeup, sisanya baru dipoles sama teknologi CGI.
Untuk urusan cerita, film ini terbilang cukup rapih. Kita gak ‘ujug-ujug’ dijejeli jump scare rasa takut tanpa alasan yang jelas. Ada sebab-akibat yang runtun diperlihatkan oleh sutradara André Øvredal. Pengambilan berbagai angle kamera di film ini juga berhasil membangun rasa takut penonton.
Penggambaran latar di tahun 60-an juga cukup kental di film ini. Mulai dari adegan layar tancap, tema halloween yang norak, hingga gaya hidup anak muda pada masa itu semuanya berhasil membangun suasana film ini lebih baik.
Jika ada kritik untuk film ini penulis merasa bahwa tidak semua cerita horor di sini bikin penonton ketakutan. Ada pula kisah yang berakhir konyol atau menimbulkan kesan jijik yang ‘lumayan mengganggu’.
Kesimpulan
Film “Scary Stories to Tell in the Dark” boleh dibilang berhasil menjadi alternatif lain dalam genre horor. Gak melulu harus jualan ‘jumpscare’ lengkap dengan kematian tragis, film ini justru menawarkan teror yang hadir dari rasa takut serta kepercayaan seseorang akan kisah-kisah seram dengan jebakan cerita twist.
Karena bukunya ada tiga seri, layak dinanti apakah kejutan yang bakal dikasih ke penonton pada versi filmnya. Penasaran kan? Yaudah, langsung aja tonton sendiri filmnya yang mulai tayang sejak Rabu (7/8) di bioskop-bioskop Indonesia. Berikut skor dan cuplikan trailernya!