Ini Makna Sumpah Pemuda bagi Kang Emil, Pandji, Sembilan Matahari, Gita Gutawa, dan Barasuara
Genmuda – Anak-anak muda sepanjang sejarah selalu erat kaitannya sama hal yang edgy. Tahun 1928, di tengah kondisi masyarakat minim sarana komunikasi, para pemuda udah bisa janjian untuk berkumpul dan bersumpah: bertumpah darah satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu.
Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 jadi penanda anak-anak muda kekinian yang pengen jalan bareng. Kalo masih kesuku-sukuan, itu tanda orang jaman baheula. Sekarang, sarana komunikasi makin terhubung. Janjian untuk ngumpul dan menyatakan nasionalisme udah gak edgy lagi.
Seperti kata para narasumber Buka Talks yang diadakan Bukalapak di Jakarta, Kamis (26/10): cuma dengan berkarya, anak-anak muda kekinian bisa lanjutin semangat Sumpah Pemuda. Pengen tau lebih detil makna Sumpah Pemuda bagi para narasumber? Yuk liat.
Kang Emil
Walikota Bandung M. Ridwan Kamil membuka sesi monolog dengan banyak banget wejangan-wejangan mantap dan pastinya jokes tentang jomblo. “Kata riset McKenzie, Indonesia bisa jadi negara terhebat ketiga di dunia tahun 2045, dengan tiga syarat,” kata Kang Emil.
Pertama, ekonomi harus tumbuh merata 5 persen per tahun. “Tumbuh lima persen itu maksudnya, gini. Kita bisa ganti ponsel setahun sekali, umroh dua tahun sekali, dan jalan-jalan dua kali seminggu. Untuk mencapai ke sana itu tugas kita semua,” kata Kang Emil.
Cara mencapai kondisi macam itu, Kang Emil nyebutin syarat kedua. Yaitu, stop benci-bencian. “Yuk, sekarang saatnya berubah. Buat apa sih isu politis sedikit bikin orang meng-unfriend temennya? Pemilu dan Pilkada anggap aja sebagai festival yang seru,” kata dia.
Syarat ketiga juga penting. Anak mudanya harus produktif dan kompetitif.
“Modal IP gede aja gak cukup. Anak muda juga harus punya skill dan berpikir positif. Karena, positif mind create positive life,” tutur Kang Emil.
Pandji Pragiwaksono
Stand-up comedian yang udah manggung di puluhan kota di dunia ini sebenernya nampil keempat. Tapi, omongannya senada sama wejangan Kang Emil. Kata Pandji, “Anak muda yang mau sukses di Indonesia harus cerdas dan cerdik.”
Maksudnya, anak muda gak boleh ninggalin pendidikan formal tapi juga jangan cuek sama street smart, alias ilmu jalanan. Pengalamannya nunjukin kalo modal passion aja cukup bagi orang AS untuk mencapai cita-cita. Tapi, rumus itu gak berlaku di Indonesia.
“Dengan sistem yang sekarang, modal passion aja gak cukup untuk mencapai tujuan. Orang Indonesia harus tau jalan tikus, atur strategi, ngembangin koneksi, ngeles sana-sini, dan seterusnya. Seperti itulah kenyataannya,” kata Pandji.
Dia juga berpesan, orang Indonesia sebaiknya gak perlu minder sama ke-Indonesiaannya. “Kalau orang Korea bisa manggung di Indonesia dengan Bahasa Korea, kenapa orang Indonesia gak bisa nampil di luar negeri dengan Bahasa Indonesia?”
Iga Massardi Barasuara
Kecintaan Pandji sama Bahasa Indonesia mirip banget sama yang dirasain Iga Massardi Barasuara, yang pada Buka Talks merupakan pembicara terakhir. “Saya sebenernya, speak English daily,” kata Iga bercanda.
“Tapi, Bahasa Indonesia itu sangat nyaman bagi saya untuk menuliskannya ke dalam lirik lagu. Bahasa inilah yang membuat saya bersahabat dengan lagu-lagu kami Barasuara,” tuturnya sebelum manggung dengan lagu-lagu hits Barasuara.
Gita Gutawa
Wejangan singkat-padat dari anak-anak Barasuara terjelaskan sebelumnya pada presentasi ketiga, oleh Gita Gutawa. Penyanyi bersuara tinggi yang telah lulus S2 di London ini ngomong tentang kebebasan berkarya.
“Sebuah karya itu sejatinya ekspresi diri. Jadi, ekpresikanlah apapun di dalam diri kamu, pasti pesannya akan terresonansi ke orang lain. Jangan membohongi diri dengan terlalu mengikuti selera pasar atau tren,” kata Gita.
Secara khusus, dia juga ingin para musisi berkarya sebebas-bebasnya. “Tak perlu khawatir dianggap jelek atau bagus. Seni itu relatif. Apabila satu orang menganggap jelek, belum tentu orang lain berpendapat sama,” tuturnya.
Adi Panuntun
Jagoan video mapping dari Sembilan Matahari sekaligus pembicara kedua juga punya wejangan yang bagus dan ngena sama kehidupan sehari-hari. Doi bercerita tentang perbedaan dalam founder Sembilan Matahari yang berakhir manis.
Ketika bikin Sembilan Matahari, latar belakang pendidikan Adi Panuntun merupakan desain. Sementara itu, adiknya berlatar belakang ilmiah. Dia belajar tentang geologi dan ilmu bumi.
“Saya membuat video berdasarkan pemahaman seni, sementara adik saya berdasarkan hitung-hitungan saintifik. Hasilnya, terciptalah video mapping yang terproyeksi menyesuaikan lekuk medium, dan video kami tampil hingga Teater Bolshoi Russia,” tutur Adi.
Kesimpulan keseluruhan Buka Talks dateng dari Public Relations Manager Bukalapak Evi Andarini. Dia bilang, “Jangan buang-buang waktu kalau sudah punya passion. Sekarang, saatnya anak muda bergerak.” (sds)