Genmuda – Menjadi manusia, kenangan manis sekalipun tetap saja tertelan waktu. Seperti masa SMA, di mana tempat kita menimba ilmu dan bersua dengan para sahabat, yang kini mungkin sudah menjalani hidupnya sendiri-sendiri. Masa SMA, di mana isi kepala selalu dipenuhi dengan semua kenangannya hingga saat ini.
Kita membusungkan dada berseragam dan berdiri gagah melawan hujan, membalap waktu sebelum jarum jam menunjukan pukul setengah tujuh. Melalui jalan setapak atau berkilometer jauhnya, semua demi kursi kayu yang dipilih untuk diduduki seharian, dan memandangi papan tulis, serta punggung guru yang tanpa lelah memberikan ilmu. Kenapa dirimu begitu megah, wahai masa SMA?
1. Putih abu-abu, seragam yang menjadi nyawa
Lekat dengan bau matahari yang menempel, seragam putih abu-abu lah yang setia menemani kita di masa SMA. Entah berapa cerita yang terlewatkan bersama seragam kebanggaan tersebut. Rasanya ingin memutar waktu dan mengenakannya sekali lagi.
“Waktulah yang memaksaku untuk melepaskanmu, seragam kesayangan. Aku telah lulus.”
Tiga tahun waktu yang terlalu cepat. Aku masih ingat jasamu, saat keringat di punggung mengucur deras dan kau serap. Aku masih ingat ketulusanmu, saat logo OSIS yang ternodai karena tinta mengucur tipis di saku. Bahkan, aku masih ingat kepasrahanmu, ketika harus digunting oleh guru BK karena terlalu pendek. Namun, tidak ku buang. Sosokmu berakhir di lemari kesayanganku, dengan harapan bisa menjadi gelak tawa di masa depan.
2. “Akan kubalas jasamu, ibu”
“Anakku sudah besar. Kamu cocok sekali mengenakan seragam putih abu-abu,” ucap seorang ibu paling bangga di dunia. Senyum manisnya mengiringi kepergian kita di pagi hari. Tatapannya mengintip dari jendela, juga dengan doa yang terucap di dalam hati, “Semoga anakku belajar dengan giat.”
“Jangan lupa makan bekal yang ibu buat ya, nak!”
3. Cinta, membara dan padam sesukanya
Masih ingat dengan wajah yang memalingkan pandanganmu di lorong kelas? Atau dua bangku di belakang yang membuatmu terus menoleh? Ya, wajah yang enggan kau tinggalkan walaupun sedetik. Paras menawan yang mendebarkan hati, menutup rapat mulut seketika ketika memandangnya.
“Dengan putih abu-abu lah aku mengenal cinta. Butuh berbulan-bulan hingga hubungan kita bernama”
Setiap pulang, namanyalah yang selalu mengisi buku diary. Hanya dengan menulisnya membuat bibirku tersenyum lebar. Angan melayang tinggi, menantikan waktu di mana kita bisa satu payung bersama, dan membicarakan guru mana yang paling disenangi.
4. Senioritas yang membekas
Apa kabar senior? Didikanmulah yang telah mengajarkanku menjadi kuat, seperti hari ini. Ocehan kerasmulah yang membuatku tersadar, bahwa dunia memang penuh dengan orang bermental baja. Terima kasih, senior.
5. Pagar sekolah, saksi bisu gerakan bandel
“Hey, kamu! Jangan memanjat pagar” Namun tetap dilakukan. Keesokan harinya ruangan kepala sekolah menjadi tempat pertama yang didatangi. Kita hanya menunduk dan mendengar nasihat panjangnya akan perlakuan di hari kemarin.
Pagar yang berdiri kokoh di belakang sekolah menjadi pilihan utama kala pelajaran menjadi sangat membosankan. Masihkah kau berdiri kokoh, pagar? Meninggilah, dan halau murid yang berusaha melewatimu.
6. “Sahabatku, dengarkanlah ini…”
Aku ingin melonggarkan rongga dada dan berkata, “Aku merindukan kalian.” Apakah kau merasakan perasaan yang sama, sahabat? Bagaimana rupa dirimu saat ini? Masih ingatkah ketika kita mengukir nama di meja kayu yang menjadi tempat kita berkumpul saat istirahat? Tolong jangan lupakan itu semua, walau kini kita terpisah jauh.
7. Sudut sekolah, beragam cerita
Di setiap sudut sekolah, selalu tersimpan satu kenangan manis. Ah, betapa indahnya dulu saat kita melihat dua sejoli saling tertawa di anak tangga. Atau saat tak sengaja bertemu dengan guru ketika kita mengenakan sepatu putih. Semua sudut punya ceritanya masing-masing. Apakah kalian merasakah hal yang sama?
8. “Pak satpam, tolong bukakan gerbang”
“Kendaraanku banyak berhenti pak, makannya aku telat,” ucapku. Dengan hati yang mulia mereka kerap menjadi tumpuan bagi siswa yang memohon masuk. Di tempat itulah kita menyesal atas tidur larut semalam. “Saya bukakan, tapi besok jangan diulangi lagi.”
9. PR akutansi dan ulangan Kimia, kesulitan yang sebenarnya
Berseragam putih abu-abu, permasalahan yang terberat hanya sekadar PR Akutansi atau ulangan Kimia. Tak ada kesulitan lain yang bisa menjadi alasan. Kita hanya dituntut untuk menghafal materi yang telah diajarkan. Namun mengapa kalian begitu sulit?
10. “Guru, terima kasih atas jasamu”
Satu halaman penuh tak akan bisa mengisahkan kebaikanmu selama ini, guru. Aku hanya ingin berkata, semoga kalian selalu diberi kesehatan, dan hati yang mulia guna membuka jendela pengetahuan setiap anak didik. Suatu saat, aku akan kembali ke gedung tempatmu mengajar. Membawa senyum dan makanan kesukaanmu, wahai guru. (sds)