5 Keanehan Sosial dan Pemerintahan Indonesia di Mata Orang Asing (Selain Perkaranya Toni Ruttiman)
Genmuda – Baru-baru ini, netizen Indonesia dikagetin sama kasus yang menimpa seorang relawan Swiss bernama Toni Ruttiman. Pria itu telah membangun jembatan di daerah-daerah ‘terpencil’ di Indonesia, tapi malah kena denda 195 juta rupiah.
Pembangunannya doi lakukan di daerah Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Timur. Itu udah dilakuinnya sejak sekitar tiga tahun lamanya. Udah ada sekitar 61 jembatan terbangun berkat Toni.
Beliau ngajak warga yang lagi dibantu buat bergotong royong ngebangun jembatan. Pembangunannya dipimpin langsung sama Toni sendiri. Tapi, bahan baku jembatannya perlu import dari Argentina.
Kompas.com, (29/9) bilang kalo upaya Toni di Indonesia justru terhambat birokrasi. Bahan baku yang rutin dikirim dari Swiss terhambat di pelabuhan. Udah gitu, doi diminta bayar denda kontainer pelabuhan hingga 195.650.000 rupiah.
“Betapa sulitnya mengurus proses administrasi impor barang bantuan. Saya kesal,” ujar Toni seperti dikutip Kompas.com. Well, selain itu, masih banyak lagi sih keanehan birokrasi di Indonesia seperti di bawah ini:
1. Wilayah lautnya besar, tapi kekuatan lautnya relatif kecil
Kalo dibandingin dengan Tiongkok, kekuatan laut Indonesia terbilang ketinggalan jauh (ngets). Buat menjaga wilayah lautnya, Indonesia diyakini punya 221 kapal perang menurut situs Global Fire Power.
Sementara itu, Tiongkok diyakini punya 714 kapal perang. Bukan cuma lebih banyak, jenisnya pun lebih lengkap. Tiongkok punya kapal induk dan kapal destroyer, sementara Indonesia engga punya.
2. Mengaku negara agraris, tapi masih impor pangan
Emang ada yang bilang kalo Indonesia adalah negara Agraris. Tapi ternyata produksi beras yang jadi makanan pokok warga aja selalu kurang. Pemerintah selalu pengen impor beras. *klasik.
September 2015, pemerintah sepakat Indonesia impor 1,5 juta ton beras buat mencukupi kebutuhan 30 juta ton setahun. Kalo emang negaranya agraris, kenapa masih perlu impor beras? Coba Kawan Muda pikir.
3. Punya potensi bikin helikopter sendiri, tapi lebih milih helikopter asing
Isunya muncul waktu TNI AU berencana beli helikopter Augusta Westland (AW) 101 buatan Inggris dan Italia, sekitar September lalu. Rencananya, helikopter angkut itu bakal dipakai buat kebutuhan militer. Padahal, PT Dirgantara Indonesia udah berhasil merakit heli angkut EC 725 (meski produksinya dari Eurocopter). Selain itu, PT DI juga udah berhasil merakit heli jenis Super Puma EC 225.
History-inc.com, Senin (3/10) bilang kalo sejarah kedirgantaraan Indonesia relatif baik. Sejak merdeka, Indonesia langsung ngembangin industri kedirgantaraannya. Bahkan pada 2015, pesawat CN-235 karya PT DI telah dipakai Angkatan Udara Turki, Amerika Serikat, Perancis, dan Korea Selatan.
4. Pengen jadi negara pebisnis, tapi iklim bisnisnya kurang mendukung
Mei lalu, Presiden Jokowi bercita-cita bikin Indonesia jadi negara layak investasi. Bisa disimpulin kalo pengen bisnis di Indonesia tuh berkembang pesat. Sayang, jalan ke sana relatif terjal karena World Bank Menilai ada sejumlah faktor yang bikin bisnis sulit dibangun di Indonesia.
Doingbusiness.org, situs riset bisnisnya World Bank bilang kalo skor ‘kemudahan membuka bisnis di Indonesia’ turun 10 poin. Skor ‘kemudahan memasang listrik’ dan ‘kemudahan dagang lintas negara’ juga turun masing-masing 1 poin.
Meski begitu, ranking secara keseluruhannya menguat dari posisi 120 di tahun 2015 jadi 109 di tahun 2016. Sebab, sistem perpajakan Indonesia lagi baik banget menurut World Bank. Mungkin ada hubungannya sama Amnesty Pajak.
5. Warganya melek teknologi (banget), tapi paling buta literasi
Aktivitas netizen Indonesia di mata dunia udah engga bisa dipandang sebelah mata lagi. Tempo.co, 2013 pernah bilang kalo Indonesia merupakan pengguna Twitter ke-3 di dunia. Paling engga ada 1 miliar tweet berasal dari Indonesia.
Sayangnya, internet di Indonesia mayoritas dipakai buat buka media sosial doang. Bukan buat baca buku, apa lagi nyari hasil penelitian. TheJakartaPost.com, Maret lalu bilang kalo Indonesia merupakan negara kedua ‘terbuta literasi’ di antara 61 negara yang diteliti. Di bawah Indonesia ada Bostwana.
Yah, bisa dibilang warga Indonesia jarang baca buku, e-book, dan sejenisnya. Membaca yang dimaksud ini bukan cuma sepintas doang, tapi justru memahami isi bacaannya. (sds)