Jum'at, 26 April 2024

Genmuda – Seminggu belakangan tema sampah di Jakarta, menjadi buah bibir yang berkepanjangan. Namanya sampah, kalau menumpuk jadi engga sedap di pandang, baunya pun bikin kita semua resah dan gelisah pada semut merah. (Lah…)

Oke, kita fokusin soal sampah. Kalau diperhatikan objek satu ini seperti luput dari perhatian kita. Ibarat nomor telpon mantan yang dibuang sayang, sampah pun demikian. Urusan buang sampah sembarangan sih engga perlu ditanya, mayoritas awareness kita belum sepeka itu semua.

Tanggung jawab atas pengelolaan sampah ini pun akhirnya jadi masalah. Bukan soal DKI Jakarta dan Bekasi doang, tapi juga warga di sekitar Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi. Warga dibuat geram lantaran volume sampah di sana semakin menumpuk dan meminta TPST Bantargebang ditutup.

Seperti yang tadi diungkapkan, pengolahan sampah di Ibu Kota Jakarta kayak setengah hati, engga pernah selesai, dan engga pernah diseriusin. Apa Jakarta ragu diajak komitmen? Ah…engga tahu juga deh, yang jelas kasus ini lebih ribet dari sekedar pacaran.

Bekasi mungkin sedang balas dendam karena sempat dijadikan meme beberapa waktu lalu. Kota penuh Harapan (Harapan Indah, Harapan Baru, Harapan Regency, dan Harapan lainnya) itu ibarat menuntut balas kepada warga Jakarta. Sepele tapi krusial, namanya juga sampah, siapa sih yang suka kalau dikasih sampah?

FYI, DKI Jakarta sebenarnya mampu mengelola sampahnya sendiri dengan program ITF (Intermediate treatment facility). Sederhananya proyek ini adalah pabrik pembakaran sampah yang hasilnya bisa sumber daya energi bagi masyarakat.

Sayangnya program ITF justru mirip layangan, diulur terus makin panjang. Menurut data yang dimiliki oleh Kompas, Ide ITF sudah mulai di-sounding sejak lama dengan empat tempat lokasi yang direncakan, yaitu Sunter, Cakung, Marunda, dan Duri Kosambi. Namun banyak halangan buat merealisasikannya, termasuk urusan duit dan tetek bengeknya.

Imbasnya sampah DKI Jakarta terpaksa dilarikan ke kota tetangga, karena saking banyaknya sampah akhirnya warga sekitar Bantargebang juga kewalahan. Wah, kalau dua-duanya saling perang urat mungkin persoalan sampah engga bakalan ada habisnya.

Kalo sudah begini ya repot kan, masa iya pengelolahan sampah harus di lempar ke Planet Namek biar makin jauh sekalian? Apa mungkin Picollo bisa terima? Atau malahan ia dan penghuni Planet Namek juga bakal menggugat warga Jakarta dan Bekasi yang masih aja ribut soal sampah tapi masih buang sampah sembarangan.

Hmm…apa pun itu yang jelas negosiasi dengan kepala dingin antara Pemprov DKI Jakarta dan Pemkot Bekasi bisa jadi jalan tengah. Engga ada yang dirugikan dan sama-sama menguntungkan, karena pada hakekatnya dari sampah yang ada adalah tanggung jawab kita bersama. Penting gak penting, tapi memang penting. Setuju Kawan Muda?

Planet Namek

Comments

comments

Saliki Dwi Saputra
Penulis dan tukang gambar.