Jum'at, 29 Maret 2024
Hiburan

Pemerintah Revisi Daftar Negatif Investasi Sektor Usaha Film, Ini Tanggapan Pekerja Kreatif Film Indonesia

Segenap narasumber di acara Temu Media 'Pernyataan Bersama Pekerja Kreatif Film Indonesia Terhadap Revisi Daftar Negatif Investasi Sektor Usaha Film' (Sumber: Visinema Pictures)

Genmuda – Menyusul pembahasan akhir revisi Daftar Negatif Investasi (DNI) yang turut memuat sektor usaha film dalam bidang produksi, distribusi dan eksebisi, para pelaku industri film Tanah Air akhirnya ngeluarin pernyataan bersama nih, Kawan Muda.

Dengan adanya pencabutan usaha perfilman dari DNI, otomatis para pelaku industri film bakal dapat kesempatan buat ngedapetin akses terhadap investasi asing dalam sektor eksibisi, distribusi, dan produksi. Revisi kebijakan DNI sangat penting bagi perfilman Indonesia karena perfilman Indonesia punya potensi pertumbuhan yang sangat besar, didukung pesatnya pertumbuhan penduduk kelas menengah dan jumlah penduduk berusia di bawah 30 tahun.

Para pelaku industri film dari sejumlah asosiasi kayak Persatuan Perusahaan Film Indonesia (PPFI), Asosiasi Produser Film Indonesia (APROFI), Gabungan Studio Film Indonesia (GASFI), Indonesian Film Directors Club (IFDC), Rumah Aktor Indonesia (RAI), Indonesia Motion Picture and Audio Association (IMPAct), Penulis Indonesia untuk Layar Lebar (PILAR), Sinematografer Indonesia (SI), Indonesian Film Editors (INAFEd), Indonesian Production Designer (IPD), dan Asosiasi Casting Indonesia (ACI) pun udah nyampein 5 aspirasi mereka di Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail (PPHUI), Selasa (9/2).

FYI, para pelaku industri film ternyata ngedukung Presiden Jokowi buat segera nandatangain revisi Peraturan Presiden tentang pembukaan DNI bidang usaha film sektor eksibisi, distribusi, produksi dan teknik. Mereka melihat kalau revisi tersebut merupakan peluang besar buat majuin industri perfilman Tanah Air, bukan cuma dari segi akses modal dan penambahan layar, tapi juga dari segi peningkatan standar dan kapasitas kompetensi pekerja film kreatif tanah air.

Lebih lanjut, para pelaku industri film juga minta pemerintah lewat Kemendikbud dan BEKRAF buat segera nyiapin kebijakan-kebijakan pendukung. Tujuannya supaya pembukaan DNI bisa efektif dan ngasih jaring pengaman bagi pengusaha lokal.

Para pelaku industri film pun ngedesak pemerintah khususnya Mendikbud buat segera netapin tata edar film sesuai Pasal (29) UU No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman dan ngebikin integrated box office system yang berlaku buat film asing dan film nasional yang datanya bisa diakses harian. Data tersebut terdiri dari data penonton, jumlah layar yang didapat, dan jumlah jam tayang yang diterima setiap film.

Sheila Timothy, Angga Dwimas Sasongko, dan Joko Anwar di acara Temu Media ‘Pernyataan Bersama Pekerja Kreatif Film Indonesia Terhadap Revisi Daftar Negatif Investasi Sektor Usaha Film’ (Sumber: Visinema Pictures)

Bukan cuma itu, di aspirasi terakhir mereka para pelaku industri film minta pula supaya eksibitor lebih ngasih kesempatan buat film Indonesia. Hal itu mengingat Pasal 32 UU No 33 Tahun 2009 tentang Film yang nyatain bahwa pelaku usaha pertunjukan film wajib nayangin film Indonesia sekurang‐kurangnya 60% dari seluruh jam pertunjukan film yang dimilikinya selama 6 bulan berturut‐turut.

Satu‐satunya cara mendapat 20 juta penonton dari satu judul film nasional adalah [dengan] menambah jumlah layar bioskop di Indonesia. 1117 layar sangat tidak bisa memfasilitasi penonton potensial di Tanah Air, minimal harus sekitar 3000‐5000 layar. Untuk merealisasi semua ini kita harus lebih agresif dan proaktif menjual karya anak negeri agar dilihat dunia. Sudah saatnya kita menunjukkan eksistensi kita ke dunia internasional. Caranya dengan membuka relationship seluas‐luasnya dengan dunia luar. Untuk itu kita perlu membangun jembatan, salah satu cara utamanya adalah dengan membuka DNI,” kata Ketua PPFI Manoj Punjabi dalam siaran pers yang diterima Genmuda.com.

Hal senada pun diungkapin Ketua APROFI Sheila Timothy. Menurutnya, “Usulan pemerintah merevisi kebijakan DNI memberikan kesempatan pada produser film Indonesia dan tenaga kerja kreatif Indonesia, tidak hanya pada akses pembiayaan dan penambahan layar, tetapi juga peningkatan standar dan kapasitas melalui transfer pengetahuan dan teknologi.”

Sementara itu, sutradara Joko Anwar berpendapat bahwa investasi asing di perfilman nasional akan memungkinkan lebih banyak film dengan berbagai tema untuk dibuat, termasuk film‐film yang bertema budaya lokal, yang selama ini tidak mendapat modal.

Kebijakan mencabut usaha perfilman dari DNI harus dilihat dari konteks ekonomi. Permodalan adalah kunci dari pertumbuhan industri dan nilai keekonomian perfilman Indonesia. Peluang kerjasama dengan institusi investasi [yang merupakan salah satu ekses positif dari dicabutnya DNI] akan meningkatkan kedisplinan industri dalam mengelola modal serta akuntabilitas industri dan juga meningkatkan daya saing konten film Indonesia dalam skala regional maupun global,” kata sutradara Angga Dwimas Sasongko.

So, kita tunggu aja deh Kawan Muda gimana keputusan final Presiden Jokowi atas revisi DNI. Semoga berbagai aspirasi para pelaku industri film bisa jadi pertimbangan beliau buat ngambil keputusan yang sebijak-bijaknya demi kepentingan bersama. (adv)

Comments

comments

Gabrielle Claresta
Eccentric daydreamer