Jum'at, 29 Maret 2024
Ngobrol Bareng

Kerja Keras Abellia Anggi Wardani dalam Meraih 10 Beasiswa di Usia Muda

©Genmuda.com/2016 TIMAbellia Anggi Wardani, penulis, co-founder Kelasbahasa.com, dan peraih 10 beasiswa luar negeri ©Genmuda.com/2016 TIM

Genmuda – Membuka wawasan dan berani adalah kunci yang dipegang kuat oleh Abellia Anggi Wardani sejak dini. Hal itu pula yang bisa membawanya dapat 10 beasiswa, mengarungi pendidikan di luar negeri, hingga akhirnya mengabdi lewat pekerjaannya di sebuah lembaga non-profit yang mengurus penyelesaian konflik.

Gelar S1-nya diambil dua kali. Pertama, di Sastra Prancis Universitas Indonesia (UI). Kedua, di jurusan tourism Université d’Angers, Prancis. Belum puas dengan gelar sarjana, Co-Founder Kelasbahasa.com ini pun ambil jurusan management of cultural diversity di Tilburg University, Belanda.

Kini, doi kembali memburu gelar S3 di kampus Belanda tersebut. Sepuluh beasiswa yang diraihnya itu pun jadi modal membiayai kuliahnya. Baru-baru ini kisah inspirasi Abel menjadi sorotan sejumlah media.

Doi pun jadi bahan obrolan netizen dalam negeri. Namun Kawan Muda kepo engga sih sama cerita di balik kesuksesan sampai tipe cowok idaman doi? Engga perlu basa-basi lagi, simak aja isi hati dan kepala cewek kelahiran Ambarawa, 12 Desember 1989 ini di bawah:

Genmuda: Gimana perkembangan penelitian akhir S3-nya, Abellia? Apa yang lagi diteliti?

Abellia: Untuk disertasi, saya sedang meneliti soal konflik di daerah Poso dan Ambon. Kebetulan, kedatangan saya di Indonesia ini untuk penelitian itu. Temanya seperti itu karena berhubungan dengan latar belakang S2 saya.

Ketika S2 itu, saya meneliti management of cultural diversity (manajemen keberagaman budaya) dalam sebuah komunitas masyarakat di Bukit Duri, Jakarta. Lebih tepatnya, saya meneliti proses pembentukan ikatan kekeluargaan antar anggota masyarakat yang sangat beragam.

Mereka mengandalkan jejaring komunitas untuk bertahan hidup, sekaligus kerja di sebuah pasar yang sama. Selain itu, terjadi juga perkawinan antar anggota masyarakat. Karena tiga hal itu lah warga Bukit Duri bisa dikatakan kompak.

Basis penelitian S3 saya mirip seperti penelitian itu. Bedanya, keberagaman budaya di Bukit Duri hidup dalam suasana damai, sementara di Poso dan Ambon dalam suasana yang bergejolak. Dinamika itu yang ingin saya teliti lebih dalam lagi.

 

Genmuda: Emang apa yang mendasari kamu tertarik meneliti soal keberagaman budaya?

Abellia: Awalnya tertarik soal budaya karena pendidikan S1 saya di Sastra Perancis Universitas Indonesia. Sejak itu, saya mulai memperhatikan dan banyak baca soal budaya. Kemudian, saya lebih mengkhususkan diri ke jurusan pariwisata waktu ambil S1 yang kedua kali di Prancis.

Bidang pariwisata bisa dibilang sebagai penerapan pengetahuan-pengetahuan budaya yang sudah saya miliki. Karena ingin lebih memperdalam ilmu, saya pun mengambil S2 jurusan management of cultural diversity.

©Genmuda.com/2016 Everlyn
Abel mengaku mulai tertarik berburu beasiswa saat masuk semester 3, di Sastra Prancis UI ©Genmuda.com/2016 Everlyn

Genmuda: Ada alasan khusus kenapa kamu ambil kuliah tinggi di usia yang masih terbilang muda?

Abellia: Hmm… Gini. Karena Mama – Papa saya guru, saya pengen jadi dosen. Jadi, bisa lebih tinggi sedikit dari papa dan mama. Sebelum berangkat S3 ke Belanda itu pun saya sudah jadi pengajar muda di Sastra Perancis UI. Di UI, statusnya saya masih magang dan ngikutin Perkembangan Uni Eropa, mata kuliah Mitologi Yunani, Kemampuan Bahasa Prancis (KBP), dan multikulturalisme.

Salah satu alasan saya masuk S2 juga supaya bisa jadi dosen. Soalnya, minimal gelarnya adalah magister. Saya pun harus ambil S3 supaya bisa meniti karir sebagai pendidik di kampus saya itu. Tapi, sekarang masih cuti dari dosen. Rencananya, nanti mau tetep kerja jadi dosen sekaligus kerja di NGO tempat saya aktif sekarang ini.

 

Genmuda: Boleh tau engga sejak kapan sih kamu berburu beasiswa?

Abellia: Saya udah 10 tahun ngambil-ngambil beasiswa. Kalau dirata-rata, dalam setahun saya dapat 1 beasiswa. Persisnya, saya mulai tergerak ambil beasiswa sejak semester 3 waktu di Sastra Prancis.

Keinginannya muncul karena terpengaruh teman-teman saya di asrama UI dulu yang sering banget ngomongin soal beasiswa. Bahkan lagi santai di kantin pun ngobrolnya soal beasiswa. Karena itu, aku coba ambil beasiswa Pengembangan Potensi Akademik (PPA) dan diterima.

Sejujurnya aku sempat culture shock waktu pertama kali ke Jakarta. Aku datang dari Salatiga, Jawa Tengah dan perlu struggle hidup di Jakarta. Nasibku sama seperti anak-anak daerah lain yang tinggal di asrama. Jadi, obrolan beasiswa mereka bisa nyambung sama aku.

 

Genmuda: Tipsnya apa supaya bisa ambil beasiswa pertama, kedua, ketiga, hingga kesepuluh kayak kamu gimana?

Abellia: Tipsnya banyak sih. Semua tips yang saya tau sudah saya tulis di buku saya, “Meraih Mimpi dengan Beasiswa.” Hal terpenting yang bisa aku share adalah, harus berani daftar. Jangan cuma ngomong doang pengen dapet beasiswa.

©Genmuda.com/2016 Everlyn
Buku ‘Meraih Mimpi dengan Beasiswa’ yang ditulis oleh Abel ©Genmuda.com/2016 Everlyn

Anak muda harus berani mengajukan diri. Kalo gak pernah nyoba, gak bakalan mungkin dapet beasiswanya, kan? Secara general, kita juga harus melawan rasa takut gagal. Rasa minder dan ego juga harus ditekan. Sebenernya, beasiswa tuh gampang didapatkan.

 

Genmuda: Apa sih suka dukanya kuliah di luar negeri?

Abellia: Waktu ambil S1 yang kedua kali di Prancis, aku sempet kaget karena pola pengajaran di sana sangat kolot. Mahasiswa di situ semacam dilarang menyanggah perkataan dosen, bisa dibilang relasi kuasanya masih sangat kuat antara dosen dan mahasiswa. Sementara dosennya kebanyakan mendikte. Bahkan di tempat aku kuliah dulu gak sekolot itu.

Kalo di Belanda lain lagi. Dosen dan mahasiswa di situ lebih menyukai pola studi kasus. Jadi, lebih banyak soal analisis yang mengasah pendapat mahasiswa daripada soal hafalan. Sementara itu, aku gak bisa ngerjain soal seperti itu.

“Aku berusaha untuk mendhindari nilai di bawah 8 karena mengejar lulus cum laude (predikat terbaik)”

Aku pernah dapet nilai 6 waktu ngerjain soal-soal analisis. Aku merasa nggak puas dengan nilai itu, dan minta perbaikan. Dosennya setuju ngasih aku kesempatan kedua, dan memberikan ujian lisan. Untung aja soalnya hafalan. Aku bisa dapat 9,8. Aku berusaha untuk mendhindari nilai di bawah 8 karena mengejar lulus cum laude (predikat terbaik).

Jujur aja, dosennya kaget karena aku jago menghafal. Soalnya, warga Belanda paling gak suka soal seperti itu. Mereka menganggap menghafal tuh kurang bermakna. Sementara pendidikan di Indonesia lebih erat sama menghafal daripada menganalisis.

“… belajar lah ‘ngejual diri sendiri’.”

Genmuda: Gimana cara pelajar Indonesia supaya bisa bersaing secara global?

Abellia: Belajar bahasa. Itu penting banget. Sebenernya, orang-orang di luar negeri itu gak pinter-pinter banget. Mereka cuma jago Bahasa Inggris aja. Mereka pinter memposisikan diri keliatan lebih pinter.

Orang Indonesia juga perlu membenahi kemampuan bahasa dan komunikasi. Karena, perusahaan-perusahaan asing lebih mementingkan interpersonal skills dan pengalaman daripada nilai IP dan IPK yang tinggi-tinggi. Dengan kata lain, belajar lah ‘ngejual diri sendiri.’

 

Genmuda: Ada pendapat gak soal pendapat PBB yang bilang kalo perempuan di Asia Tenggara itu masih didiskriminasi kebebasan berpendapatnya?

Abellia: Wah. Pendapat itu perlu dipertanyakan lagi. Dalam ranah apa perempuan di Asia Tenggara, atau di Indonesia pada khususnya didiskriminasi kebebasan berpendapatnya? Dalam parlemen, sudah ada kok 30% partisipasi perempuan seperti diatur dalam Undang-Undang.

Sementara dalam keluarga, sepertinya suara perempuan jauh lebih didengarkan. Kan, karena itu ada istilah ‘Suami-Suami Takut Istri’ (SSTI). Orang-orang Belanda aja sampai bingung kenapa cowok Indonesia bisa segitu segan sama istrinya. Padahal, PBB bilang perempuan di Asia Tenggara didiskriminasi.

©Genmuda.com/2016 Everlyn
Abel saat diwawancarai oleg Genmuda.com ©Genmuda.com/2016 Everlyn

Genmuda: Kepo dikit dong, tipe cowok kayak gimana yang diinginkan seorang Abellia?

Abellia: Gimana ya? Pertama, dia harus orang yang terbuka. Terus, enak diajak ngobrol. Dan juga orang yang supportive.

 

Genmuda: Lebih prefer sama cowok lebih muda atau lebih tua?

Abellia: Lebih tua dong.

 

Genmuda: Kalo boleh tau, kamu udah punya cowok belum nih?

Abellia: Nah, pertanyaan macam ini nih yang gak pernah aku kira-kira. Gimana ya… Sebenernya, udah ada yang deket, sih.

 

Genmuda: Terus, gimana cara bagi waktu antara cowok, teman, kuliah, dan kerjaan?

Abellia: Untungnya, si dia gak menuntut kok. Dia tau aku melakukan kesibukan yang positif dan dia support sepenuhnya. Dia justru yang paling dorong aku buat S3. Meskipun, aku udah punya pekerjaan yang established di sebuah NGO manajemen konflik dengan gelar S2.

Dia bilang, itu belum cukup. Aku butuh kejar pendidikan lebih tinggi lagi supaya bisa melakukan lebih banyak hal baik waktu aku menginjak usia 30 tahun nanti. Kami udah terbiasa karena lama LDR.

 

Genmuda: Dengan prestasi segitu mentereng, gimana sih cara belajarnya seorang Abellia?

Abellia: Dari dulu tuh temen selalu bilang kalo saya adalah orang biasa yang suka ngerjain tugas atau makalah H-2. Emang bener sih. Saya deadliner banget. Tapi, saya udah merancang pengerjaan tugasnya dari jauh-jauh hari. Bahkan dari waktu tugas itu diberikan. Pas H-2, saya tinggal ngetik deh.

©Genmuda.com/2016 Everlyn
Di usianya yang masih terbilang muda, Abellia mengaku jika dirinya sangat ingin mengejar gelar Professor di UI ©Genmuda.com/2016 TIM

Genmuda: Berhubung Abellia udah punya pekerjaan dan pendidikan tinggi, target selanjutnya apa nih?

Abellia: Pertanyaan menjebak lagi. Hmm… Kalau saya masih berada di jalur akademisi, saya ingin mengejar gelar profesor di UI. Sekaligus, masih tetap kerja di NGO.

 

Genmuda: Emang belum terpikir soal berumah tangga?

Abellia: Yah… Kalo ada yang melamar sih saya gak apa. Meski, masih kuliah juga boleh.

 

Genmuda: Oke, Kalau misalkan disuruh memilih, lebih pengen jadi menteri atau profesor?

Abellia: Hmm… Profesor aja deh. Menurut saya, profesor jauh lebih bisa menginspirasi orang daripada seorang menteri. Kekuasaan seorang Menteri itu ada hanya kalau dia punya staff yang menjalakan instruksinya, tapi kalau professor lebih didengar banyak orang meskipun tidak ada ikatan kekuasaan.

 

Genmuda: Dari segudang pengalaman Abellia, apa yang bisa dishare ke mahasiswa Indonesia, baik yang kuliah di dalam atau luar negeri?

Abellia: Hmmm…. Terbuka aja sama semua perbedaan. Seperti kata pepatah aja, “Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung.” Kalo istilah saya, fake it untill we make and become it!

 

Genmuda: Tiga kata yang mewakili Abellia adalah…?

Abellia: Apa yaa…. Pekerja keras, goal oriented… dan Pendengar.

 

Kalo dari hasil ngobrol bareng Abellia di Kisah Sukses, Genmuda.com bisa simpulin kalo Kawan Muda perlu berani membuka wawasan sekaligus belajar berkomunikasi biar bisa sukses seperti Abellia. Siapa sih yang engga mau kuliah gratis di luar negeri? Tunggu apa lagi, yuk mulai gercep berburu beasiswa!

(sds)

Comments

comments

Charisma Rahmat Pamungkas
Penulis ala-ala, jurnalis muda, sekaligus content writer yang mengubah segelas susu cokelat hangat menjadi artikel.