Jum'at, 26 April 2024
HiburanNyeni

Magali Saby, Cewek Prancis yang Tetep Menari Meski Otaknya Lumpuh

©Genmuda.com/2017 TIMMagali Saby lagi presentasi di Pusat Kebudayaan dan Bahasa Prancis Sarinah, Jakarta, Kamis sore (14/9). ©Genmuda.com/2017 TIM

Genmuda – Gangguan otak cerebral palsy yang menghambat gerak otot justru disulap jadi tari teaterikal oleh Magali Le Naour-Saby. Gerakan yang terinspirasi dari kondisi susah jalan, kaki bergetar hebat, dan cepat lelah yang menimpa itu membawa dia tampil keliling Eropa dan Asia.

“Kursi roda yang saya dan teman-teman difabel pakai bisa dijadikan sebagai properti penunjang tarian juga, kok,” kata Magali saat berkumpul dengan media di Pusat Kebudayaan dan Bahasa Prancis (IFI) Jakarta, Kamis sore (14/9). Bagi orang awam, tarian karya Magali Saby terlihat berantakan. Namun, punya banyak makna.

©Genmuda.com/2017 TIM
Foto Magali Saby sedang berlatih tari. ©Genmuda.com/2017 TIM

Penonton pentasnya di Jerman, Inggris, Belgia, Skotlandia, Yunani, juga Turki mudah menerima dan menikmati gerakan tersebut. Magali jadi seniman secara utuh di mata mereka. Namun, pegiat seni di negara asalnya Prancis justru sebaliknya. Magali masih juga dipandang sebagai penyandang difabel yang menari.

Dia percaya bahwa difabel atau gak, seorang seniman di atas panggung sebaiknya gak dibeda-bedain apalagi dipandang sebelah mata. Magali menyayangkan banget masih ada kelompok seniman di Prancis yang anggap kualitas penyandang difabel jauh di bawah mereka yang tubuhnya lebih sempurna.

“Para tim casting pementasan sangat tertarik melihat CV saya. Namun, minat mereka berubah total saat saya datang dengan kursi roda. Meski dijanjikan, panggilan bergabung ke kelompok seni tak pernah saya terima,” kata Magali.

©Genmuda.com/2017 TIM
Magali Saby (bawah) dengan nyokapnya (atas). ©Genmuda.com/2017 TIM

Cewek bergelar Magister Kajian Teater dari Universitas Paris 3 Sorbonne Nouvelle itu nambahin kalo di Prancis, belum ada kelompok pementasan yang inklusif. “Semua kelompoknya pasti beranggotakan seniman yang fisiknya sempurna. Oleh karena itu, tawaran pentas pertama saya justru datang dari Jerman,” tuturnya.

Di luar panggung pun, Magali tanpa sengaja terasing. Misalnya, saat mau naik taksi. “Sopir taksi Prancis sering menolak tumpangan saya. Katanya, untuk alasan keselamatan saya karena mereka kurang paham cara menangani penyandang difabel,” tuturnya. Namun, itu semua gak pernah padamin semangat tari Magali.

Perempuan yang kini juga bekerja sebagai pembawa acara televisi Prancis itu berminat pada dunia seni sekitar usia 8 tahun. Dokter nganjurin doi ikut teater untuk melatih kepercayaan diri di depan publik dan melupakan pikiran negatif mengenai masa kecil yang banyak dihabiskan di rumah sakit.

Pelatih tari pertamanya saat itu engga beda-bedain murid. Magali diajarin tanpa diistimewakan atau diremehin sedikitpun. “Itu kali pertama saya merasa setara dengan orang lain. Sejak itulah saya yakin kalau eksistensi saya berada di atas panggung,” curhat Magali.

©Genmuda.com/2017 TIM
Pameran foto berjudul “Can There Be Identity without Otherness?” ©Genmuda.com/2017 TIM

Bersama lima penari yang lolos audisi, Magali mau pentasin tariannya di Teater Jakarta Taman Ismail Marzuki, 23 September mendatang. Seniman Indonesia yang berhasil lolos adalah Johan Sun, Citamutia Arsyani Salim, Nudiandra Sarasvati, Irfan Setiawan, dan Josh Marcy Putra Pattiwael.

Pementasannya berjudul La Fille de l’air (Gadis di Udara) yang merupakan rangkaian Indonesian Ballet Gala kedua. Melalui penampilannya, Magali pengen ngomong tentang pentingnya peran perempuan di masyarakat. Sekaligus, mengajak semua orang menerima keterbatasan fisiknya dengan tetep bersemangat.

“Saya harus menerima keadaan saya seperti ini, apa adanya. Karena, keadaan ini tidak akan berubah sampai kapanpun juga,” tutur Magali.

https://www.youtube.com/watch?v=4rrPs6Up7Q0

Comments

comments

Charisma Rahmat Pamungkas
Penulis ala-ala, jurnalis muda, sekaligus content writer yang mengubah segelas susu cokelat hangat menjadi artikel.