Selasa, 8 Oktober 2024

Genmuda – Razia warung makan di bulan puasa lagi-lagi nimbulin dilema dan perdebatan nih, Kawan Muda. Baru-baru ini, masyarakat udah dihebohin dengan aksi razia yang dilakuin oleh Satpol PP Kota Serang, Banten terhadap warung makan milik seorang ibu bernama Saeni (53).

Razia terhadap warung makan Ibu Saeni udah berlangsung dari minggu lalu, tepatnya pada hari Rabu (8/6). Razia itu pun sebenarnya udah sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2010 tentang Penyakit Masyarakat dan Surat Edaran Wali Kota Serang Nomor 451.13/556-Kesra/2016, yang di dalamnya terdapat poin tentang jam operasional rumah makan saat bulan puasa.

Namun demikian, masyarakat menilai aksi penertiban yang dilakuin Satpol PP Kota Serang terlalu berlebihan. Sementara itu, menurut Wali Kota Serang Haerul Jaman, pihak Satpol PP harusnya cuma negur dan maksimal nyuruh pemilik warung makan buat nutup dagangannya karena udah ngelanggar perda yang ngatur bahwa warung makan baru boleh buka mulai pukul 16:00 WIB.

Hal senada diungkapin pula oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Menurut beliau, pihak Satpol PP sebaiknya ngegunain cara persuasif ketimbang pakai cara yang malah nimbulin kontroversi di tengah masyarakat. Dirinya juga ngimbau masyarakat agar lebih memperkuat toleransi di bulan Ramadhan ini.

Terlepas dari itu, razia warung makan selama bulan puasa sebenarnya udah termasuk ‘lagu lama’ yang kayak diulang terus dari tahun ke tahun. So, soal perlu atau engganya razia warung makan di bulan puasa, berikut ini adalah pendapat sejumlah Kawan Muda, baik yang Muslim maupun yang non-Muslim:

1. Nuri Kamilia (Mahasiswa)

(Foto: Dok. Nuri)
(Foto: Dok. Nuri)

Menurut Kawan Muda yang satu ini, razia warung makan di bulan puasa engga perlu dilakuin, soalnya tiap orang berhak buat cari nafkah. “Kalau masalah waktu bukanya yang saat bulan puasa, itu juga bukan menjadi sebuah alasan untuk melarangnya karena Indonesia bukan cuma milik orang yang beragama Islam aja,” tambahnya. Doi pun berpendapat kalo razia warung makan di Serang udah terbilang berlebihan.

2. Fakhrizal Aghria (Cost Controller)

(Foto: Dok. Aghie)
(Foto: Dok. Aghie)

Sama kayak Nuri, Kawan Muda yang akrab disapa Aghie ini juga menilai bahwa razia warung makan di bulan puasa engga perlu dilakuin. Doi beranggapan bahwa, “Banyak orang menuntut supaya menghargai orang yang berpuasa, sedangkan mereka sendiri engga menghargai orang yang gak puasa.”

Bukan cuma itu, Aghie juga menilai bahwa kita seharusnya bisa “lebih bijak, lebih bisa redam emosi, dan lebih menghargai perbedaan.” Terkait razia warung makan yang dialami Ibu Saeni, doi ngakuin bahwa dirinya ngerasa sedih dan berempati, namun doi ngelihat pula kalo di sisi lain Satpol PP cuma bekerja ngejalanin Perda.

3. Dwi Andini (Mahasiswa)

(Foto: Dok. Dini)
(Foto: Dok. Dini)

Engga jauh beda dari Nuri dan Aghie, Kawan Muda yang biasa dipanggil Dini ini juga ngerasa kalau engga perlu ada yang namanya razia warung makan selama puasa. Dirinya sendiri pernah ngalamin gimana susahnya nyari makan saat lagi berhalangan puasa.

“Gue sempat ngerasain ketika lagi engga puasa kesulitan cari warung-warung karena pada tutup dan itu cukup menyedihkan karena gue kelaperan nyampe sore,” ungkapnya, nambahin pula kalau dirinya sedih atas apa yang dialami Ibu Saeni.

4. Eka Budi Gunawan (Mahasiswa)

(Foto: Dok. Wawan)
(Foto: Dok. Wawan)

Satu lagi nih Kawan Muda yang engga ngedukung adanya razia warung makan di bulan puasa. Menurut Wawan, “Itu ‘kan memang kembali ke pribadi masing-masing, kalau sudah niatnya untuk berpuasa ya sudah ngapain ke warteg.” Dirinya bahkan menilai bahwa pemerintah dan Satpol PP terlalu berlebihan karena engga semua masyarakat Indonesia merupakan umat Muslim dan tiap orang berhak cari rezeki.

5. Ahira Amarillis (Mahasiswa tingkat akhir)

(Foto: Dok. Ahira)
(Foto: Dok. Ahira)

Kalo ditanya soal perlu engga perlu, jawaban Kawan Muda satu ini masih sama kayak yang lainnya, yaitu engga perlu. “Dengan tempat-tempat makan yang ‘lebih tertutup’ penampakannya, menurutku udah lebih dari cukup,” ujarnya. Meski begitu, dirinya engga bisa ngemungkirin kalau semua balik lagi ke Perda yang ada. “Seharusnya setiap warga menaati itu dan saya pun percaya pasti agama apapun itu memerintahkan umatnya untuk taat pada pemimpinnya.”

Selain itu, berbeda dari keempat Kawan Muda sebelumnya, Ahira pun turut ngegarisbawahin soal “netizen [yang] terlalu reaktif mengkritisi berita tanpa tahu kejadian yang sesungguhnya di lapangan.” Terkait kasus Ibu Saeni, doi menilai bahwa, “Kalau melihat hanya dari segi berita, jelas itu menyentuh nilai-nilai kemanusiaan kita dan banyak orang geram dibuatnya… Kita harus lebih cerdas melihat kasus apapun itu dari banyak sisi.”

6. Bernadus Guntur (Anak medsos)

(Foto: Dok. Guntur)
(Foto: Dok. Guntur)

Masih sama dengan kelima Kawan Muda lainnya, cowok satu ini lebih setuju kalo razia warung makan di bulan Ramadhan ditiadain aja. “Apa nikmatnya puasa tanpa suatu godaan? Di mana lagi mereka yang non-Muslim mencari makanan jika semua warung nasi ditutup? Dari mana lagi para pemilik warung makan mencari rezeki jika tidak membuka gerai miliknya?”

Sementara itu, terkait razia warung makan di Serang, Guntur beranggapan pula bahwa sikap Satpol PP berlebihan banget, terlepas dari fakta bahwa regulasi ada di tangan pemda. “Mereka seharusnya lebih mengedepankan komunikasi atau penyuluhan terlebih dahulu, bukan menggunakan cara-cara represif. Pemilik warung pun pasti punya berbagai alasan mengapa mereka tetap berjualan di bulan Ramadhan. Razia warung nasi di bulan Ramadhan sudah menjadi polemik dari tahun ke tahun,” jelasnya.

7. Felicia Angelica Tasya (Recruitment Consultant)

(Foto: Dok. Tasya)
(Foto: Dok. Tasya)

Mirip kayak Ahira, cewek yang biasa disapa Tasya ini juga ngajak kamu buat ngelihat dari berbagai sisi. “Toh engga semua orang puasa, bahkan teman-teman Muslim yang lagi berhalangan. Bukan masalah engga menghargai, tapi coba lihat dari sisi yang lain. Mereka yang usaha warung nasi susah payah untuk mencukupi kebutuhan Lebaran nanti, tapi usahanya malah dijegal,” paparnya.

Sebaliknya, buat kasus razia warung makan di Serang, Tasya berpendapat bahwa hal tersebut engga adil. “‘Kan bukan maksud si ibu buat memprovokasi orang. Kalau memang aturannya engga boleh, ya jangan langsung main nyita atau razia gitu. Kasih teguran baik-baik ‘kan bisa,” tutupnya.

8. Gabriel Alfady Inkiriwang (Wiraswastawan)

(Foto: Dok. Faldy)
(Foto: Dok. Faldy)

Berbeda dari Kawan Muda yang lainnya, Faldy justru ngajak kamu buat terlebih dahulu ngelihat latar belakang dari razia warung makan sebelum menilai perlu atau engganya maupun salah atau benarnya kebijakan tersebut. Kayak razia di Serang misalnya, doi beranggapan bahwa, “Sebenarnya tidak salah instruksi itu dicanangkan, karena ketika kita melihat daerah di mana razia ini dilakukan memang mayoritasnya adalah umat Muslim.”

Namun demikian, cowok ini engga ngemungkirin kalo eksekusi razia warung makan di Serang terlalu berlebihan. “Mungkin bisa ditanyakan dulu kepada pemilik tempat makan apa motivasinya tetap membuka usahanya tersebut. Bila ada tempat makan yang masih buka, seharusnya diinstruksikan saja untuk menjaga tempatnya agar makanannya tidak terlihat dari luar,” katanya.

Di mata saya kejadian kemarin tidak mencerminkan dan bahkan menodai citra umat Muslim Indonesia yang selama ini saya [sebagai seorang non-Muslim] rasakan sendiri sangat toleran, cinta damai, dan menghormati pilihan teman-teman yang tidak seiman dengan mereka.

9. Shely Napitupulu (Consultant)

(Foto: Dok. Shely)
(Foto: Dok. Shely)

Ngegarisbawahin pernyataan pemerintah dan MUI bahwa di bulan puasa yang ada bukan larangan melainkan batasan, Shely pada dasarnya yakin bahwa yang lebih penting di bulan puasa bukanlah razia warung makan, tapi kesadaran buat saling ngehargain. Buat kasus Ibu Saeni, menurutnya peringatan aja udah cukup, engga perlu sampai diambil semua makanannya.

“Kalaupun buat barang bukti, engga perlu semua dibawa kaya ngejarah. Intinya, engga perlu sampai ada pembungkusan makanan kalau memang Ibu itu melanggar, cukup dikasih teguran dan penjelasan tentang aturan itu,” ujar Shely.

10. Novyan Basten Wullur (Pejuang skripsi)

(Foto: Dok. Basten)
(Foto: Dok. Basten)

Kalau Kawan Muda yang lainnya sebagian besar engga setuju dengan adanya razia warung makan di bulan puasa, maka lain halnya dengan Basten. Doi bilang bahwa perlu engga perlunya razia itu ‘tergantung’. “Razia itu tujuannya untuk apa? Apakah untuk menghormati umat Islam yang berpuasa, atau ada maksud lain yang tujuannya gelap untuk kepentingan tertentu?”

Basten secara khusus negasin bahwa yang diperluin adalah toleransi. “Untuk warung nasi cukup dipasang tirai aja atau gorden. Secara masih banyak anak anak kecil yang belajar untuk berpuasa, alangkah berat pastinya menahan godaan seperti itu. Kedisiplinan memang harus melewati proses,” ungkapnya. Sementara buat kasus Ibu Saeni, doi yakin kalau “semesta tahu mana orang yang benar” dan dirinya berharap “semoga hukum di Indonesia bisa berjalan seadil-adilnya”.

Well, dari berbagai pendapat Kawan Muda di atas, bisa disimpulin kalo razia warung makan di bulan puasa sebenarnya engga perlu dilakuin. Kalaupun harus, ya seengganya pihak yang ngerazia harus ngedepanin pendekatan persuasif dan personal dulu sebelum ngelakuin tindakan tegas yang berujung pada kerugian salah satu pihak, kayak misalnya penyitaan makanan.

Jauh daripada itu, yang lebih penting di bulan puasa ini adalah sikap toleransi dan saling ngehargain satu sama lain, baik di antara sesama umat Muslim maupun sesama umat beragama secara luas. Puasa ‘kan bukan cuma sekedar nahan makan dan minum doang, tapi lebih kepada menahan godaan hawa nafsu duniawi.

Semoga aja setelah baca tulisan ini kamu dapat memandang hikmah dari kejadian yang dialami oleh Ibu Saeni dari segala sudut padang. Genmuda.com cuma pesan jangan langsung naik pitam dan nelen mentah-mentah atas setiap kejadian yang lagi happening di masyarakat. Stay positive Kawan Muda! (sds)

Comments

comments

Gabrielle Claresta
Eccentric daydreamer