Genmuda – We Live in Time adalah sebuah drama romantis yang menyajikan kisah cinta yang dimulai dengan pertemuan lucu hingga berakhir dengan tragedi yang emosional. Disutradarai oleh John Crowley, yang sebelumnya sukses dengan film seperti Brooklyn dan Boy A, film ini mencoba menghadirkan cerita yang kompleks dengan alur maju-mundur yang sedikit berbeda.
Kayak gimana keseruannya? Langsung aja simak review film We Live in Time dari Genmuda.com berikut ini!
Jatuh cinta yang gak biasa
Cerita berfokus pada Tobias (Andrew Garfield), seorang pemasar produk sereal, yang secara tak sengaja bertemu dengan Almut (Florence Pugh), seorang koki Anglo-Bavarian. Pertemuan mereka, yang terjadi setelah insiden lucu di mana Almut menabrak Tobias dengan mobilnya, membawa mereka ke hubungan yang penuh romansa. Namun, film ini langsung membalikkan suasana dengan menghadirkan konflik serius: Almut didiagnosis dengan tumor ganas yang mengancam kehidupannya.
Pendekatan naratif yang gak lempeng membuat film ini menarik tetapi juga terasa rumit. Kita diajak menyusun potongan-potongan kisah mereka, mulai dari awal pertemuan hingga momen emosional seperti perjuangan melawan kanker, kehidupan mereka sebagai orang tua, hingga keputusan sulit yang harus diambil. Namun, sayangnya, cara ini terkadang mengurangi intensitas emosional yang seharusnya menjadi kekuatan utama film.
Dari sederhana terus rumit
Chemistry Garfield dan Pugh sebagai pasangan terasa cukup kuat, terutama di adegan-adegan awal film. Tapi ketika mereka harus berperan sebagai orang tua, penulis ngerasa keduanya terkesan ‘maksa’, yang membuat beberapa adegan terasa kurang alami. Sementara peran Grace Delaney, yang memerankan anak mereka, memberikan daya tarik tambahan meski hanya muncul di beberapa adegan penting.
Di sisi lain, film ini mencoba memberikan pandangan tentang bagaimana waktu membentuk kehidupan dan keputusan kita. Sesuai judulnya, quotes terkenal dari Julian Barnes, “We live in time, it holds us and molds us,” menunjukkan bahwa kita sering tidak tahu bagaimana keputusan besar dalam hidup akan berdampak di masa depan.
Kesimpulan
Ada kelemahan pada struktur alur maju-mundur yang terkadang membuat emosi film jadi kehilangan momentum. Adegan-adegan manis yang terjalin dengan tragedi sering kali terasa seperti puzzle yang tidak sepenuhnya berhasil disusun rapih. Selain itu, elemen komedinya juga kadang-kadang terasa dipaksakan di tengah momen-momen krusial.
Meskipun begitu, performa Florence Pugh yang memukau sebagai Almut tetap menjadi sorotan. Dia mampu menampilkan sosok wanita yang kuat namun rentan. Andrew Garfield, dengan gaya khasnya yang penuh energi dan emosi, membawa dimensi tersendiri pada Tobias, yang terlihat cupu tapi bisa menjadi seorang family man.
Intinya, We Live in Time adalah film yang bertujuan mengaduk-aduk emosi penontonnya, meskipun gak selalu berhasil menghadirkan efek tersebut secara maksimal. Bagi Kawam Muda yang suka drama romansa penuh rasa, film ini tetap layak untuk ditonton, meskipun mungkin tidak akan meninggalkan bekas sedalam yang diharapkan.
Di Indonesia film ini tayang mulai tanggal 22 November 2024. Penasaran? Simak dulu aja trailernya di bawah ini: