Genmuda – The Monkey bisa dibilang jadi salah satu film adaptasi Stephen King yang paling absurd tapi tetap bikin merinding. Disutradarai Osgood Perkins, yang sebelumnya sukses dengan Longlegs (2024), film ini menggabungkan horror klasik dengan bumbu komedi yang nggak disangka-sangka.
Teror Si Monyet Setan
Film ini dimulai di tahun 1999, ketika dua bocah kembar, Hal dan Bill (diperankan Christian Convery), menemukan mainan monyet kuno di antara barang-barang koleksi ayah mereka. Awalnya kelihatan nggak berbahaya, sampai tiba-tiba monyet itu mulai menabuh drum kecilnya—dan seseorang langsung mati dengan cara tragis. Salah satu korban pertamanya adalah babysitter mereka yang kepalanya copot akibat kecelakaan aneh.
Sejak saat itu, setiap kali monyet ini berbunyi, kematian pun terjadi. Hal dan Bill mencoba membuang mainan sialan itu, tapi seperti kebanyakan kisah horor, terornya nggak berhenti sampai situ aja, gengs. Lompatan waktu ke masa sekarang, Hal yang sudah dewasa (Theo James) nggak pernah melihat saudara kembarnya maupun monyet itu selama bertahun-tahun. Tapi tentu aja, ketenangan itu nggak bertahan lama.
Horror, Gore, dan Komedi Gelap yang Nggak Terduga
Berbeda dari versi cerita pendeknya yang murni horror, Perkins memilih mengubah The Monkey jadi horror-komedi yang penuh dengan adegan gore absurd dan momen “splatstick”. Dari shotgun, harpoon, sampai stampede kuda liar yang bikin seseorang jadi “cherry pie dalam sleeping bag”, film ini nggak ragu buat menyajikan kematian-kematian aneh yang mirip rangkaian kecelakaan di Final Destination.
Tapi jangan salah, meskipun ada elemen komedi, rasa ngeri dan atmosfer suram tetap terasa. Perkins tetap mempertahankan elemen-elemen menakutkan dari kisah aslinya, seperti bagaimana monyet itu menjadi simbol kematian yang nggak bisa dihindari. Apalagi dengan gaya sinematografi yang tetap dikontrol ketat seperti di Longlegs, yang bikin suasana film ini tetap punya kesan serius di balik semua kegilaan yang terjadi.
Nostalgia King dan Referensi Pop Culture
Seperti banyak cerita Stephen King lainnya, The Monkey punya struktur yang mirip dengan IT (2017), di mana karakter utama harus menghadapi teror yang menghantui mereka baik saat kecil maupun dewasa. Selain itu, ada juga elemen dari cerita klasik W.W. Jacobs, The Monkey’s Paw, yang mengajarkan kalau nggak semua keinginan bisa terkabul dengan cara yang lo mau. Hal kecil ini bikin filmnya punya kedalaman lebih dibanding horror-gore pada umumnya.
Selain itu, buat fans Stephen King sejati, Kawan Muda juga bakal ngerasa vibe yang mirip dengan Creepshow (1982), film horor-antologi yang juga terinspirasi dari komik EC Comics. Jadi, walaupun nggak seikonik segmen-segmen legendaris kayak The Crate atau They’re Creeping Up On You, The Monkey tetap punya daya tarik tersendiri kok.
Kesimpulan
Kalau lo pengen horror yang nggak cuma serem tapi juga nyeleneh, The Monkey jelas layak buat ditonton. Dengan kombinasi horror supernatural, gore berlebihan, dan humor absurd, film ini berhasil menyajikan sesuatu yang fresh di antara deretan adaptasi King lainnya. Meskipun mungkin nggak seberkesan film-film horror King yang lebih serius, The Monkey tetap jadi tontonan yang asik buat lo yang suka horor dengan twist unik.