Review ‘The Black Phone 2’: Teror Lama yang Bangkit dengan Cerita Lebih Dalam
Genmuda – Setelah sukses besar di film pertamanya yang meraup lebih dari US$ 161 juta dari modal cuma US$ 18 juta, Universal Pictures dan Blumhouse Production memutuskan buat ngidupin lagi dunia gelap The Black Phone. Sutradara Scott Derrickson dan penulis C. Robert Cargill masih di kursi yang sama, dan seperti kebanyakan film horor klasik, kali ini mereka kembali pakai formula abadi: evil never dies.
The Grabber Hidup Lagi

Ya, The Grabber (Ethan Hawke) balik lagi! Tapi bukan sebagai manusia, melainkan roh jahat yang lebih beringas dan dendam. Film ini melanjutkan kisah Finney (Mason Thames) bocah yang selamat dari penculikan yang kini berusaha menata hidup setelah trauma. Sayangnya, bayangan masa lalu terus menghantui, apalagi setelah adiknya, Gwen (Madeleine McGraw), mulai menerima panggilan misterius dari “telepon hitam” yang seharusnya udah mati.
Kalau di film pertama Finney jadi pusat cerita, kali ini Derrickson memberi spotlight ke Gwen. Ia jadi karakter utama yang lebih tangguh dan emosional. Lewat mimpi-mimpi buruk dan penglihatan supranaturalnya, Gwen menemukan petunjuk soal misteri kelam di Alpine Lake, sebuah perkemahan terpencil berselimut salju.
Bersama Finney dan pacarnya Ernesto (Miguel Mora), Gwen nekat menyelidiki kebenaran di balik mimpinya. Di sanalah mereka bertemu Armando (Demián Bichir) dan keponakannya, Mustang (Arianna Rivas). Suasana dingin, kabut tebal, dan keheningan salju sukses bikin lokasi ini terasa seperti karakter tersendiri — sunyi tapi berbahaya.
Plot lambat, tapi…
Paruh pertama film terasa lambat, bahkan sempat bikin khawatir kalau The Black Phone 2 bakal “nyasar”. Tapi begitu The Grabber muncul lagi, semuanya berubah.
Derrickson memadukan elemen supranatural ala Poltergeist dengan efek visual dan adegan berdarah yang intens. Salah satu adegannya bahkan bisa dibilang paling “visceral” di seluruh waralaba.
Meski tampil lebih sedikit, Ethan Hawke tetap jadi pusat teror. Wajahnya yang tersembunyi di balik topeng bertanduk makin memperkuat misteri karakternya. Hanya lewat suara dan gerak tubuh, Hawke sukses bikin bulu kuduk berdiri. Keberadaannya di layar memang singkat, tapi dampaknya terasa lama.
Kesimpulan

Dengan durasi sekitar 114 menit, film ini tampil menawan lewat tone visual 80-an yang grainy dan lanskap salju yang mencekam. Sisi teknisnya makin lengkap berkat tata suara dan musik yang kuat, menjaga tensi tetap tegang tanpa terasa berlebihan.
Hubungan Gwen dan Finney juga terasa tulus dan jadi pusat emosi film ini. Chemistry keduanya kuat dan bikin penonton peduli. Tambahan karakter seperti Armando (Bichir) juga memberi keseimbangan emosional yang jarang ada di film horor modern.
Singkatnya, The Black Phone 2 bukan sekadar nostalgia, tapi evolusi dari film pertamanya. Derrickson berhasil memperluas dunianya tanpa kehilangan identitas. Lebih emosional, lebih dingin, dan lebih mencekam. Pokoknya cocok banget buat Kawan Muda yang suka horor dengan sedikit rasa kemanusiaan.
Di Indonesia filmnya tayang mulai Rabu, 15 Oktober 2025. Berikut cuplikan trailernya, gengs!





