Genmuda – Masih dalam rangkaian Festival Printemps Français (musim semi di Prancis) yang diadain sama IFI nih Kawan Muda. Kali ini ada sebuah acara pameran arsitektur, bertajuk ‘Arsitektur Masa Depan: Desain Ekologis untuk Kota Ekologis’ berkerjasama dengan Rujak Center for Urban Studies yang resmi dibuka pada Jumat, (20/5) di Auditorium IFI Jakarta.
Dalam pameran ‘Arsitektur Masa Depan’ kamu bakalan disajikan beberapa kubus dengan 12 sisi (dodecahedron) yang berisi teks dan gambar. Guna menyadarkan masyarakat akan pentingnya desain arsitektur –khususnya tata kota, ada pula diskusi publik dengan narasumber, Ludovic Malbet, arsitek muda Prancis pemenang AJAP tahun 2011, Marco Kusumawijaya dan Avianti Armand.
FYI, AJAP sendiri adalah singkatan dari Albums de Jeunes Architects et des Paysagistes, merupakan ajang kompetisi buat arsitek muda (maksimal usia 35 tahun) Prancis yang rutin diselenggarakan tiap dua tahun sekali oleh Kementrian Kebudayaan dan Komunikasi Prancis. Lewat kompetisi ini para arsitek muda diberikan kesempatan merealisasikan ide untuk mengubah wajah perkotaan, tentunya sesuai dengan kebutuhan kota dan menghasilkan ruang kota yang nyaman.
Nah, sebagai pembicara pada diskusi pameran tersebut, Ludovic yang menyandang gelar Arsitek DPLG (diplômé par le gouvernement) tahun 2005, langsung dipercaya menjadi manajer proyek Wonderland Production di pusat kota Paris. Pengalamannya sebagai arsitek di level internasional ditandai antara lain dengan bergabung di Studio Bow Wow di Jepang dan Agensi Holt Inshaw di San Fransisco, Amerika Serikat.
Pada diskusi siang tadi, ia mengutarakan jika kesempatan yang diberikan olehnya memang didukung penuh oleh pemerintah melalui AJAP. “Walaupun sudah menang di AJAP, belum tentu juga karya-karya mereka [arsitek] dapat direalisasikan, karena semuanya disesuaikan oleh banyak aspek. Jika tidak memungkinkan biasanya itu semua hanya menjadi arsip.” ungkapnya arsitek yang sukses memenangkan AJAP dengan desain La Maison Fertile (Rumah Nan Subur) dan La Ville Invisible (Kota Yang Tak Terlihat).
Meniru cerita tersebut, pastinya kamu juga sempat berpikir, “Bisa engga ya hal kayak gitu diterapin di Indonesia?” Untungnya hal itu dijawab oleh Avianti Armand atau yang akrab disapa Mbak Vivi. Menurutnya untuk merealisasikan kota ekologis bukan perkara mudah.
“Ada kompleksitas secara ekonomi bahkan psikologis pada masyarkat kita. Belum lagi aspek lain yang mulai dari tata kota, transportasi, menciptakan pilihan gaya hidup sederhana, dan masih banyak lagi. Kalau diruntun dari itu semua peran si arsitek pada kota ekologis itu minim.”
Penulis yang berprofesi sebagai arsitek dan dosen ini menambahkan, “Perlu diingat jika rencana tata kota juga bergantung pada keputusan politik dan kekuasaan, itu semua sudah berlangsung lama. Jadi seperti yang saya bilang inisiatif arsitek [menciptakan kota ekologis] bagaikan riak-riak kecil.”
Hal senada juga disampaikan oleh Pak Marco Kusumawijaya yang dikenal sebagai arsitek dan aktif mengampanyekan gagasan tata kota yang layak huni. “Jika melihat cerita Loduvic tadi [AJAP] bisa dilihat sebenarnya kita pun juga bisa, sayangnya itu butuh waktu yang cukup lama, dan kalau melihat potensi yang ada di Indonesia sebenarnya banyak, jadi bukan karena minim bakat, tapi bagaimana menyalurkan kreativitas bakat tersebut.” Akan tetapi, alumni Unpar ini juga optimis demi mewujudkan itu semua harus ada tindakan dari semua pihak untuk berani berbuat sesuatu dan jangan cuma diam.
Well, meski kayaknya banyak perkerjaan rumah buat kota-kota di Indonesia semoga aja ada solusi mengatasi masalah tersebut. Jadi kalau kamu pengen tahu lebih banyak atau sekedar nambah wawasan dari pengalaman yang didapatin sama Ludovic tadi, datang aja langsung ke IFI Jakarta hingga tanggal 5 Juni 2016, acara ini gratis dan terbuka bagi siapa aja loh.