Jum'at, 29 Maret 2024

Genmuda – Sebagai makhluk sosial, wajar dan sah-sah aja kalau kamu pada dasarnya pengen punya teman sebanyak-banyaknya, apalagi di masa remaja. Namun demikian, di tengah jalan ada kalanya kamu bakal ngalamin yang namanya paradoks pertemanan loh, Kawan Muda.

Lagi bete gara-gara harus belajar di rumah buat nyiapin materi UAS besok, pas buka media sosial isinya malah teman-teman kamu lagi pada asyik hangout semua. Udah mah pada bisa keluar rumah, eh mereka ternyata ramean pula hangout-nya. Kamu keki engga tuh?

Well, kalau kamu keki, itu sebenarnya bukan karena kamu ngerasa parno atau bahkan ngerasa engga enak. Hal tersebut justru terjadi karena faktor lain, yaitu karena teman-teman kamu nyatanya memang benar-benar punya lebih banyak teman daripada kamu.

Lah, kok bisa gitu? FYI, sains udah ngekonfirmasi keberadaan dari sesuatu yang disebut sebagai paradoks pertemanan. Paradoks pertemanan merupakan suatu pola aneh yang diciptain pada tahun 1991 oleh Scott Feld. Saat mempelajari struktur jaringan sosial, sang sosiolog tersebut nemuin bahwa entah gimana semua orang justru terbilang kurang populer dari teman-teman mereka.

Iya sih paradoks pertemanan kedengerannya memang engga masuk akal atau kayak ngawang-ngawang banget. Meski begitu, menurut penjelasan The Science of Us, paradoks tersebut terjadi karena para orang asing di luar sana, khususnya mereka yang termasuk sosial banget.

JSYK, mayoritas orang-orang cuma punya beberapa teman dekat, sedangkan sebagian kecil lainnya mampu buat punya banyak teman. Segelintir orang di kelompok kedua itulah yang akhirnya nimbulin persoalan, soalnya dari awal mereka bakal lebih cenderung dihitung sebagai teman sama orang-orang.

Nah, kalau kamu punya teman yang masuk dalam kelompok orang-orang dengan segudang teman itu, doi otomatis bakal ningkatin jumlah teman rata-rata yang dimiliki seluruh kelompok teman kamu. Dengan demikian, secara rata-rata semua teman kamu bakal punya lebih banyak teman dari kamu.

Lantas, kenapa paradoks pertemanan yang udah muncul dari tahun 1991 akhirnya dibahas lagi? Alasannya adalah karena baru-baru ini sekelompok peneliti udah berusaha buat nyari tahu apakah paradoks pertemanan berlaku pula dalam hal media sosial atau engga.

Para peneliti riset yang diterbitin di PLoS itu udah ngeanasisis 200 juta tweet dari 5,8 juta pengguna sekaligus ngelihat followers dan following masing-masing dari mereka. Para peneliti juga ngelacak pengaruh sosial dari setiap pengguna dengan ngelihat tingkat keterikatan (klik, retweet, likes, dll.) dari setiap tweet mereka.

Siapa sangka, cara kerja paradoks pertemanan di Twitter ternyata sama aja kayak di dunia nyata. Orang-orang bakal lebih cenderung buat nge-follow orang lain dengan jumlah followers dan keterikatan yang lebih banyak daripada mereka. Dengan kata lain, lagi-lagi orang yang kamu follow terbilang jauh lebih populer daripada kamu.

Intinya, kamu bisa ngerasa buruk tentang popularitas kamu di dunia nyata maupun dunia maya, soalnya secara rata-rata semua orang di dua kehidupan kamu itu lebih populer dari kamu. Tapi, semua orang yang lebih populer itu secara rata-rata juga kurang populer dibandingin kelompok teman-teman mereka. Ya mungkin kecuali orang-orang kayak Taylor Swift dan Kylie Jenner.

Lagi pula, dalam pertemanan yang paling penting itu kualitas, bukan kuantitas, Kawan Muda (tsah!). Ingat, tiap orang ‘kan maksimal cuma bisa punya lima orang teman baik sekaligus, so fokus aja ke lima teman baik yang kamu punya sekarang dan engga usah mikirin mereka yang engga nganggap kamu sebagai temannya. Kalau engga populer aja kamu bisa bahagia, kenapa harus maksa jadi populer? (sds)

Comments

comments

Gabrielle Claresta
Eccentric daydreamer