Sabtu, 20 April 2024

Genmuda – Jazz Gunung Bromo 2017 hari pertama berlangsung meriah. Acara dimulai sama pertunjukan adat kuda lumping Probolinggo, Jawa Timur di dekat area parkir shuttle bus, ditutup sama penampilan syahdu nan enerjik dari Maliq & D’Essentials jelang tengah malam.

Ketika Genmuda.com tiba di lokasi, Jumat siang (18/8), barisan pengunjung udah antre beli tiket. Ketika gerbang menuju panggung dibuka pukul 14.00 waktu setempat, area VIP langsung terisi sekitar 45 persen sementara area festival terisi sekitar 50 persen.

©Genmuda.com/2017 TIM
Pembukaan adat Kuda Lumping di Jazz Gunung Bromo 2017. Mas-mas baju biru itu semacam kerasukan. ©Genmuda.com/2017 TIM

Selepas terbenamnya matahari, area itu packed dengan 1.600 penonton. Saat konferensi pers Jumat malam, Pak Sigit Pramono selaku founder Jazz Gunung Bromo bilang kalo ini acara tahun ini berlangsung sangat positif. “Jarang sekali ada festival yang langgeng hingga 9 kali berturut-turut,” cerita beliau.

Karena gak mungkin lagi memperluas venue Jazz Gunung sementara peminatnya makin bertambah dari tahun ke tahun, Pak Sigit punya cara lain supaya penonton tahun depan jadi lebih banyak. “Caranya, dengan membuat acara selama tiga hari dan berlangsung akhir Juli,” ujarnya.

Para senior tampil duluan

©Genmuda.com/2017 TIM
Vokalis Surabaya All Star yang suaranya ngeblues banget. ©Genmuda.com/2017 TIM

Jazz Gunung Bromo hari pertama dimulai sama penampilan para senior Jazz Tanah Air. Grup yang menamakan diri Surabaya All Stars suguhi penonton dengan musik-musik jazz mainstream, yang tetep aja terdengar asing bagi telinga orang awam.

Grup yang jago bermusik berkat Bubi Chen sang legenda jazz Surabaya itu juga mengaransemen lagu aliran lain. Lagu rock “It’s My Life” yang tenar karena Bon Jovi pun berubah total. Vokalnya dinyanyiin dengan warna suara blues sementara musiknya jazz banget.

Terus, lagu Ayu Ting Ting yang bejudul “Alamat Palsu” berubah jadi lagu jazz yang ada nuansa sambanya. “Musik-musik itu sudah bagus. Kami hanya menyajikannya dengan warna lain, bukan dengan maksud untuk menunjukkan aransemen yang lebih baik,” tutur FX Boy yang diamini Tri Wijayanto. Kedua personil Surabaya All Stars itu merupakan sepuhnya musik jazz Surabaya.

Setelah senior Tanah Air menyelesaikan penampilan, naiklah legenda jazz dunia Paul McCandless bersama Charged Particles. Meski Opa McCandless sedikit sulit buat ngomong, namun doi masih fasih banget mainin berbagai alat musik tiup doi. Penonton pun disuguhi musik jazz ala peraih Grammy.

Anak muda belakangan

©Genmuda.com/2017 TIM
Monita Tahalea syahdu banget. ©Genmuda.com/2017 TIM

Matahari pun terbenam di balik Gunung Bromo. Suasana yang makin dingin itu dihangatkan sama penampilan Monita Tahalea. Doi ngebawain lagu-lagu hits yang ada di album “Dandelion.” Penampilannya terasa lengkap berkat lantunan gitar Gerald Situmorang yang juga sebagai produser albumnya.

Saat inilah area penonton mulai packed. Seolah gak mau nyia-nyiain kesempatan, Monita pun sebarin pesan supaya anak muda terus bersatu dan jaga kelestarian lingkungan. “Kalau suka dengan Bromo, jangan kotori atau rusak alamnya. Lestarikanlah biar kita bisa menikmatinya terus,” kata doi.

Abis itu, tampil Dewa Budjana. Gitaris yang dikenal sebagai musisi rock itu ngejazz kompak sama Rega Dauna pada harmonika dan Bang Saat pada suling. Mereka pun bawain lagu-lagu instrumental dari album Dewa Budjana yang berjudul “Zentuary.”

©Genmuda.com/2017 TIM
Maliq & D’Essentials own the stage! ©Genmuda.com/2017 TIM

Penampilan terakhir jelas paling ditunggu, yaitu Maliq & D’Essentials. Grup yang baru kesampaian manggung di Jazz Gunung Bromo ini excited banget sama pengalaman mereka. Semangat itu akhirnya nular. Penonton VIP yang dari awal menikmati acara sambil duduk berubah jadi kayak penonton pensi.

Mereka maju ke area kosong depan panggung sambil joget, loncak-loncat, dan nyanyi bareng Angga. Angga pun manfaatin panggung yang engga tinggi itu buat mingle sama para penonton. Itulah sebabnya penampilan Maliq epik abis.

“Merdekanya Jazz Meneguhkan Indonesia”

Suasana panggung yang terasa bebas dan penuh improvisasi itu punya makna tersendiri bagi Djaduk Ferianto dan Butet Kertaredjasa. Mereka berharap kalo perbedaan yang ada antar warga Indonesia tuh bisa harmonis layaknya musik Jazz yang makin kaya karena dicampur aliran lain.

Itulah sebabnya, slogan Jazz Gunung Bromo tahun ini adalah “Merdekanya Jazz Meneguhkan Indonesia.” Akan tetapi, semua kebebasan itu paling tercermin pada MC hari pertama. Dengan lawakan spontan, mereka sukses bikin penonton terpingkal-pingkal selama pergantian artis. Bravo banget! (sds)

Comments

comments

Charisma Rahmat Pamungkas
Penulis ala-ala, jurnalis muda, sekaligus content writer yang mengubah segelas susu cokelat hangat menjadi artikel.