Jum'at, 29 Maret 2024

Genmuda – Belajar sejarah dan ilmu sosial engga bakalan terasa bosen kalo dengan nonton film dokumenter bagus. Gak usah muna, deh. Didongengin Diterangin guru/dosen di kelas aja kamu tidur, apalagi harus baca buku tebel-tebel yang hampir gak ada gambarnya.

Pengalaman itu bukan cuma dirasain Genmuda.com tapi juga disadari dosen-dosen Ilmu Sejarah Universitas Indonesia. Makanya, mereka ngajarin anak-anak setingkat SMA cara bikin film dokumenter yang keren. Enam karya yang jadi juga diupload loh ke YouTube. Tujuannya, supaya anak Indonesia bisa berkarya dari masa muda.

“Selain untuk pelestarian, film dokumenter bisa promosikan kekayaan budaya Indonesia ke dunia,” kata Muhammad Wasith Albar selaku ketua program Iptek bagi Masyarakat tahun ini, dihubungi Senin sore (24/7).

via international.ui.ac.id
(Sumber: international.ui.ac.id).

FYI, workshopnya dibikin terpusat di Madrasah Aliyah NU I’anatuth-Thullab Desa Mutih Kulon, Kecamatan Wedung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Pesertanya 30 siswa dari SMAN-1 Wedung, SMK Ra’udlotul Mua’limin Ngawen dan Madrasah Aliyah Mutih Kulon.

Nah, dananya berasal dari Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat UI, Program IbM (IPTEK bagi Masyarakat). Peserta juga diberikan hibah peralatan untuk pembuatan film dokumenter, diantaranya handycam, SD card, hingga tripod. Biar makin semangat, panitia juga nyediain hadiah 1 juta, 750 ribu, dan 500 ribu buat karya terbaik. Kurang apa coba.

Gak nanggung-nanggung, panitia ngundang Produser News, Talkshow, dan Documentary Kompas TV Ery Sandra Moeis. Ada juga pegiat film dokumenter Ikmal Husin. Secara garis besar, mereka ngajarin caranya bikin skenario, mengeksekusi wawancara dokumenter, dan proses pengambilan gambar. Secara khusus, tipsnya ada di bawah ini.

1. Cari topik yang asik dan berguna

via sharegif.com

Biar engga bosenin, topik film harus asik dan berguna. Asiknya bisa karena sesuai dengan kejadian yang marak diomongin, karena sesuai hobi penonton, atau karena topik itu ngasih sudut pandang lain buat para penontonnya.

2. Riset!

Cari info sebanyak-banyaknya. Kalo bisa, dapetin info baru yang bahkan belum ada di surat kabar. Kayak makanan aja, info “basi” kan gak bakalan laku. Makanya, riset, riset, dan riset lagi. Banyak baca dan wawancara narasumber, deh. Pasti dapet.

3. Ada pesan yang disampaikan

Sama kayak lagi ngomong. Buat apa capek-capek ngerjain sesuatu kalo gak ada pesan yang disampaikan. Dokumenter yang baik tuh yang mempertanyakan apakah cara hidup warga suatu daerah sudah benar. Bisa juga sebagai bentuk ketidaksetujuan (atau malah persetujuan) terhadap sesuatu.

Misalnya, kamu pengen bikin film dokumenter tentang sebuah kejadian yang namanya “Hak Angket.” Daripada ngejelasin panjang lebar hak anget dan bikin penonton bobo, mending kamu ambil keputusan apakah hak angket itu perlu atau malah gak perlu sama sekali.

4. Atur jadwal

via buzzfed.com

Setelah naskah awal dan pertanyaan wawancaranya jadi, saatnya syuting. Sebelum itu, atur jadwal dulu supaya gak keteteran. Syutingnya emang kayak main-main. Ngambil gambar sambil ngobrol kan sering banget anak muda lakuin dengan ponselnya, tuh. Jadwal itulah yang bikin proses syuting sesuai rencana.

5. Wawancara orang dengan benar

Misalnya kamu bikin film dokumenter tentang atraksi motor “tong setan,” pastiin kalo narasumber utamanya tuh merupakan para pemain tong setan. Pengalaman mereka pasti bakal menarik. Terus, gak bakal diketahui, kecuali sama para rider-rider tong setan. Pastiin juga wawancaranya menjawab 5-W dan 1-H biar jelas.

6. Rekam kejadian! Jangan rekam orang doang

via gfycat.com

Nah, penting juga untuk ngambil gambar selain gambar wawancara. Dalam contoh “tong setan,” film dokumenternya bakal keren kalo ada adegan para rider ini lagi beraksi menantang gravitasi di dalam tong. Supaya apa? Supaya penonton gak bosen dengerin orang-orang ngomong mulu.

Makin keren, dramatis, dan menghebohkan kejadiannya, makin bagus. Kalo gak ada momen macam itu, rekam aja gambar yang relevan. Kamu lagi bikin film “tong setan,” paling gak ada rekaman gambar motor, tong, area hiburan, dan reaksi penonton (kalo bisa). Jangan rekam yang gak ada hubungannya sama topik.

7. Kombinasiin antara dialog, monolog, dan teks

Selain ngerekam jawaban wawancara narasumber, penting juga loh untuk rekam suara narator yang bercerita. Terus, tambahin juga keterangan teks biar kayak cuplikan hasil liputan berita di TV.

8. Pakai musik lebih asik

via tenor.com

Coba bayangin film tanpa musik. Boring banget, kan. Film dokumenter pun begitu. Michael Moore, produser film dokumenter AS, malah bilang kalo film dokumenter harus dibuat seperti film bioskop. Bedanya, film dokumenter menyajikan fakta.

9. Edit

Potonglah rekaman-rekaman gak perlu sehingga ngasilin film yang gak bertele-tele. Samakan timing gerakan mulut dengan suara dari rekaman mikrofon. Pastiin film dokumenternya layak tayang dengan kualitas seprofesional mungkin, meski kamu masih amatir.

10. Jangan lupa diupload, bosque!

via giphy.com

Jaman sekarang, sayang banget loh kalo karya kamu gak diupload. Masa cuma menuh-menuhin hard-disk komputer aja, sih. Kalo kamu pengen contoh keren, liat aja di link ini, ini, atau yang ini.

Harapannya, workshop film dokumenter Program IbM DRPM UI itu berlanjut rutin tiap tahun hingga akhirnya melibatkan berbagai komunitas kebudayaan, para pelaku LSM, dan universitas lain di sekitar lokasi. Wah keren juga, ya. Semoga workshop seperti itu ada juga di tempat kamu. (sds)

Comments

comments

Charisma Rahmat Pamungkas
Penulis ala-ala, jurnalis muda, sekaligus content writer yang mengubah segelas susu cokelat hangat menjadi artikel.