Kamis, 18 April 2024

Genmuda – Gara-gara pembajakan musik digital, industri rekaman dalam negeri rugi hingga 14 triliun rupiah tiap tahunnya. Dampaknya juga kena ke skala lebih besar selain gerogotin label, artis, dan kru yang terlibat.

Pembajakan lagu-lagu musisi indie pun termasuk di dalamnya, gaes. Berhubung band-band indie makin menjamur, makin banyak juga lagu indie yang dibajak. Padahal kan musik indie yang ori harganya masih terjangkau.

Kondisi itu dijelasin Ventha Lesmana, general manager Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (Asiri) pada acara ulang tahun Joox Indonesia di Jakarta, Rabu (30/11).

“Pembajakan lagu bentuknya selalu berubah menyesuaikan teknologi. Praktiknya pun tetap ada dari zaman kaset, CD, hingga kini era digital.” ungkap Ventha.

Penyebab orang ngebajak lagu

via ©Genmuda.com/2016 TIM
Ventha Lesmana, general manager Asiri lagi sampaikan presentasinya. (©Genmuda.com/2016 TIM)

Penyebab pencurian hak kekayaan intelektual itu sangat susah dipangkas habis menurut Ventha ternyata karena peminatnya ada terus, gaes.

“Harga musik bajakan sudah jelas jauh dari musik asli. Yang bajakan bahkan bisa didownload gratis,” kata Ventha. Itu alasan yang menurut dia paling kuat.

Selain itu, pembajakan lagu dilakukan juga karena orang engga tau itu melanggar hukum. “Penjual dan pembelinya termasuk melanggar hak cipta karena menduplikasi karya seseorang tanpa seizin produser, label, atau artisnya.”

Bahkan mengupload karya orang lain ke situs sendiri pun sebenernya engga boleh, gaes. “Itu merupakan bentuk pembajakan juga. Jadi, jangan dilakukan, ya,” tutur Ventha. Soalnya, hukuman paling berat bisa penjara loh. Serem kan.

Pembajak kelas kakap

via ©Genmuda.com/2016 TIM
Kanan-Kiri: Ventha Lesmana dan Benny Ho, Director of Business Development JOOX dalam sesi tanya jawab. ( ©Genmuda.com/2016 TIM)

Akan tetapi, situs/blog nonkomersil yang upload musik orang lain belum jadi prioritas Asiri. “Saat ini, ada empat situs komersil yang tetep bandel sajikan lagu bajakan. Misalnya aja ‘Stafa’ dan ‘Mp3 Skulls.'”

Lagu-lagu di situs itu emang bisa didownload gratis, tapi situs itu dapet duit banyak dari iklan. “Itulah ciri utama situs bajakan komersil yang jadi prioritas,” kata Ventha.

Hingga kini, doi dan tim Asiri lagi ngumpulin bukti-bukti pelanggaran situsnya. Rencananya, tahun 2017 baru mau dilaporin polisi biar ditindak hukum.

Mendingan streaming

via ©Genmuda.com/2016 TIM
Tampilan muka JOOX di Android. ( ©Genmuda.com/2016 TIM)

Salah satu cara paling kekinian buat lepasin diri dari lingkaran pembajakan musik adalah dengan menikmati lagu via aplikasi streaming musik yang legal tentunya.

Director of Business Development JOOX, Benny Ho yang juga jadi pembicara bilang kalo salah satu tujuan JOOX didirikan emang buat mengalihkan konsumen musik bajakan jadi yang legal.

Makin cepet dan banyaknya akses internet, makin mudah juga orang menikmati musik legal dari aplikasi streaming musik seperti JOOX. Lembaga riset digital McKinsey sebutkan kalo JOOX lebih diminati daripada SoundCloud, Langitmusik, atau Spotify di Indonesia.

Paling diminati

via ©Genmuda.com/2016 TIM
Benny Ho sajikan presentasinya. ( ©Genmuda.com/2016 TIM)

Jumlah peminat JOOX adalah 34,7%, sementara Soundcoud ada 10,2%; Langitmusik 10,1%; dan Spotify 9,8%. Benny Ho optimis kalo JOOX bisa berkembang lebih pesat lagi tahun berikutnya.

“Total pengguna JOOX di Indonesia bahkan masih lebih banyak daripada gabungan pengguna aplikasi lainnya. Itu menandakan, JOOX sangat diterima,” kata Benny Ho. Doi juga mengundang musisi-musisi Indonesia, baik yang indie atau major label buat bekerjasama dengan JOOX supaya lagunya muncul di aplikasi.

“Musik yang kami terima akan dievaluasi sebelum akhirnya bisa disajikan ke publik,” tutur doi. Bahan evaluasi yang dimaksud sih sebenernya rahasia perusahaan, tapi Mr Ho bilang kalo doi menyesuaikan selera pasar juga.

Beberapa musisi Indonesia yang udah masuk JOOX di antaranya Payung Teduh, Barasuara, Monita Tahalea, Amelia Ong, Endank Soekamti, dan The Changcuters. (sds)

Comments

comments

Charisma Rahmat Pamungkas
Penulis ala-ala, jurnalis muda, sekaligus content writer yang mengubah segelas susu cokelat hangat menjadi artikel.