Genmuda – Mahammad Istiqamah Djamad (Is) umumin niatnya hengkang dari Payung Teduh karena perbedaan pandangan dalam bermusik. Sang vokalis selanjutnya berencana tetep bermusik, serta bikin buku bareng istri.
“Saya merasa Payung Teduh seperti kehilangan spirit untuk tetap berkarya. Sekarang lebih sering sibuk offair,” tutur Is yang keliatan haus bikin lagu baru secara rutin. Dia pastiin kalo dia cabut bukan karena perselisihan.
Pengumuman setelah konser di Gedung Kesenian Jakarta, Selasa (14/11) itu sempet bikin para penggemar agak menyayangkan. Is meyakinkan kalo Payung Teduh akan terus berlayar di dunia musik tanpa doi. Belum ada kejelasan mengenai pengganti sang vokalis hingga berita ini terbit.
Meskipun demikian, album ketiga Payung Teduh yang berjudul “Waktu” tetep bakal dirampungin Is hingga kelar kesembilan lagunya. Berdasarkan tanggal pasti, doi bakalan cabut akhir Desember nanti.
Bersama Payung Teduh, Is bukan cuma nyanyi dan main gitar doang. Tapi, juga berbagi cerita antar anggota bersama para fans. Buat mengiringi keputusannya, yuk kita ulang cerita Is di band syahdu itu.
Dari kantin ke kampus
Dua anggota Payung Teduh, Is dan Comi berteman sejak mereka jadi pemusik di Teater Pagupon, salah satu klub teater di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) UI. Keduanya sering nongkrong di Kantin Sastra FIB UI.
Sepanjang genjrang-genjrengnya, mereka sering libatin banyak orang. Termasuk di antaranya adalah Cito (drummer) dan Ivan (gitalele). Hingga akhir 2010, mereka terbitin album indie pertama mereka.
Dengan kualitas album belum kece mastering dan balancingnya itu, Payung Teduh udah bisa manggung di berbagai kesempatan. Mulai dari acara jurusan, acara fakultas, acara universitas, lintas universitas, hingga acara umum.
Semua prosesnya melibatkan banyak anak-anak musik dan anak nongkrong Kantin Sastra FIB UI. Penulis yang juga anak FIB UI engga ikut membantu (kecuali menonton penampilannya), tapi menyaksikan perkembangan band indie itu.
Menyikapi mitos di balik lirik lagu puitis
Ketika lagu-lagu indie Payung Teduh mulai didengunin para fans (“pararararamm~”), muncul mitos di balik lirik puitis lagu tersebut. Salah satunya ada di dalam lagu “Resah.”
Tiba-tiba, merebak kabar kalo lagu itu terinspirasi dari pendaki gunung yang bunuh diri dalam pendakiannya. Pada salah satu konser sekitar 2016, Is berusaha bercerita mengenai kebenaran gosip yang kala itu rame.
“Seorang lelaki yang kandas hubungan percintaannya melewati lembah dengan suasana hati kacau. Di tengah keheningan malam, dia nekad mengakhiri hidup dengan gantung diri di sebuah dahan pohon,” kata Is.
Dia lanjutin, “Ketika jasadnya dievakuasi, ditemukan kertas yang tertulis puisi. Bait-bait puisi itulah yang jadi lirik lagu Resah, yang kita dengarkan ini. Tapi, itu semua hoax.” Hoax, saudara-saudara. Lagu “Resah” tuh murni karya Payung Teduh yang sama sekali gak terinspirasi dari bunuh diri apapun.
Di tengah gerimis Cikole
Cerita lain yang juga disaksikan penulis terjadi di Hutan Cikole, Lembang, Bandung, ketika acara LaLaLa Fest 2016. Setelah menyapa para penonton dengan sebutan “Anak hutan,” Is nyanyiin lagu-lagu hits Payung Teduh.
Dalam gerimis yang terus mengguyur malam itu, Is sempet ngasih wejangan kepada para penonton sebelum doi turun panggung. “Inget. Banyak tempat sampah di sini. Jadi, jangan buang sampah sembarangan,” tutur doi diiringi tepuk tangan penonton.
Sekarang, waktunya kita bertepuk tangan lagi, mengiringi turunnya nama Is dari jajaran anggota Payung Teduh. Semoga aja lagu dan buku buatannya tetep punya tempat di antara penggemarnya. (sds)