Kamis, 28 Maret 2024

Genmuda – Lokasinya yang strategis serta desain interior yang estetis dalam memajang karya seni berpemikiran kritis jadi daya tarik Museum of Modern and Contemporary Art in Nusantara (MACAN). Baru buka 4 November, museum itu langsung ngetren dalam hitungan jam.

Hingga Senin (13/11), popularitas museum seni yang berlokasi di Wisma AKR, Kebon Jeruk, Jakarta Barat itu gak turun. Malah, semakin melejit berkat kids zaman now yang pamer lokasi di hampir semua media sosial mereka, mulai dari IG, Facebook, sampe YouTube.

Berisi karya dari tahun 1800an hingga tahun 2000an

via asiancorrespondent.com
Museumnya juga bagus sebagai lapak fotografi. (Sumber: asiancorrespondent.com)

Sejatinya, Museum MACAN bukanlah tempat pamer foto doang (apalagi dengan gaya yang merusak seninya). Melainkan, tempat membaca buah pemikiran para seniman modern dan kontemporer sejak pertengahan abad 19 hingga awal abad 20.

Berbagai karya Raden Saleh, I Gusti Nyoman Lempad, Fernando C Amorsolo, Miguel Covarrubias mewakili lukisan periode abad 19. Trubus Soedarsono, Hendra Gunawan, S Sudjojono, Affandi, Sudjana Kerton terpampang di area Perang Dunia II – Kemerdekaan Indonesia.

via netz.id
Seni instalasi yang laris dikunjungi saking instagrammablenya. (Sumber: netz.id)

Seni kontemporer ada di area selanjutnya. Lukisan abstrak, karya pop-art, dan berbagai instalasi instagrammable terpampang di sana. Nama-nama macam Arahmaiani, Andy Warhol, Karel Appel, Willem de Kooning, Heri Dono, hingga I Nyoman Masriadi terpampang di kertas-kertas penjelasan.

Ada juga lukisan pasca tragedi 9/11 di AS karya Rosenquist serta karya-karya kontemporernya FX Harsono. Anak Kekinian sih pastinya suka sama karya yang berisi tipografi dan karya instalasi yang berupa lampu-lampu di ruang gelap. Serta, sebuah ruang kreasi yang keseluruhannya merupakan karya seni.

Buah dari perjalanan 25 tahun

via thedisplay.net
ki-ka: Direktur Museum MACAN Aaron Seeto dan Chairwoman Yayasan Museum MACAN Fenessa Adikoesoemo saat pembukaan. (Sumber: thedisplay.net).

Kepala Yayasan Museum MACAN, Fenessa Adiekoesoemo bilang kalo karya-karya museum tersebut dikumpulkan ayahnya selama 25 tahun. “Tepat 10 tahun lalu, Ayah berhasrat membuka museum sebagai bentuk timbal balik mengedukasi masyarakat,” tuturnya dikutip nationalgeographic.co.id.

Ayahnya tak lain dan tak bukan adalah Haryanto Adikoesoemo, pengusaha sekaligus distributor minyak bumi dan bahan kimia. Pria yang selama 25 tahun memperoleh penghargaan Authenticity, Leadership, Excellence, Quality, Serioustess in Art ini punya 800 karya seni yang berasal dari seluruh dunia.

Nah, pameran kali ini cuma nampilin 90 karya dari semua koleksi itu. Visi global Museum MACAN sebenernya cuma satu. “Kami bertujuan untuk menjalin hubungan antara komunitas lokal dan dunia untuk membuat program yang berkelanjutan,” kata Fanessa.

Biaya tiket atau jadi anggotanya

via kompas.com
Seorang pengunjung memotret lukisan Rosenquist mengenai Tragedi 9/11. (Sumber: kompas.com)

Kawan Muda yang tertarik jadi anggota museum tersebut bisa membayar 300 ribu rupiah pertahun. Dengan kartu pelajar, harganya jadi 180 ribu rupiah. Kalo beli keanggotaan keluarga, harganya 750 ribu rupiah. Semua biaya itu dibayar tahunan.

Keuntungannya terbilang banyak. Tiap anggota bisa masuk gratis tanpa perlu baya tiket 50 ribu rupiah (dewasa), 40 ribu rupiah (lansia), atau 30 ribu rupiah (anak-anak). Terus, dapet diskon tiap belanja di cafe atau toko museum.

Yang lebih seru, tiap anggota museum bisa ngasih seorang temennya diskon tiket masuk. Lumayan banget saat pengen modusin anak-anak. Anggota MACAN juga dapet kesempatan eksklusif untuk menghadiri acara pratinjau pameran. Jadi, kamu bisa ngeliat karyanya lebih dulu dari publik.

Namanya juga museum seni, Kawan Muda bebas berekspresi untuk kebutuhan medsos atau sekadar mengamati karyanya. Tapi, inget hal penting. Jangan norak. Jangan pernah mengusik karya yang ditampilin, baik itu ditiup, disentuh, dipeluk, apalagi diinjek. Kecuali, saat diperbolehkan museum. (sds)

Comments

comments

Charisma Rahmat Pamungkas
Penulis ala-ala, jurnalis muda, sekaligus content writer yang mengubah segelas susu cokelat hangat menjadi artikel.