Selasa, 16 April 2024

Genmuda – Paris mengalami gempa bumi dan mengakibatkan kabut beracun yang mengepung ibu kota Prancis itu. Ribuan orang tewas dalam hitungan menit setelah bencana tersebut, hanya mereka yang berada di area lebih tinggi yang bisa bertahan hidup.

Kira-kira begitu ide dari jalan cerita film Prancis yang berjudul “Dans La Brume” atau “Di dalam kabut” dalam bahasa Indonesia, yang kemudian menjadi “Just a Breath Away” untuk versi universal. Dengan mengusung genre fiksi imliah, film ini menampilkan duet Romain Duris dengan Olga Kurylenko sebagai pemeran utama.

Ceritanya fresh

via: unifrance
(Sumber: Unifrance.org)

Semuanya berjalan mulus ketika Mathieu (Romain Duris) pulang ke Prancis setelah pergi dari Kanada untuk mencari obat penyakit putrinya, Sarah (Fantine Harduin) yang mengidap gangguan imunodefisiensi dari udara luar. Oleh sebab itu, Sarah harus tinggal di dalam tabung kaca khusus di apartemen ibunya, sekaligus mantan istri Mathieu, Anna (Olga Kurylenko).

Gak terlalu banyak penjelasan soal hubungan Mathieu dan Anna, namun keduanya menjadi akur demi kesembuhan putri mereka. Tanpa menunggu lama, bencana pada film ini dimulai setelah gempa bumi melanda kota Paris. Ratusan orang berlarian setelah kabut beracun keluar dari dasar tanah.

Sementara Sarah harus tinggal di dalam tabung kaca di lantai dua, Mathieu dan Anna kemudian melarikan diri ke lantai tiga apartemennya yang ditempati oleh sepasang suami istri lansia, Lucien (Michel Robin) dan Colette (Anna Gaylor). Dari atas itulah mereka menyaksikan bencana alam yang tengah mereka hadapi.

Berpacu dengan waktu

via: unifrance
(Sumber: Unifrance.org)

Serangan mematikan itu ikut melumpuhkan kota Paris. Listrik, makanan, hingga alat komunikasi semuanya lumpuh total. Masalah lain juga muncul setelah baterai tabung Sarah harus diisi ulang dan hanya bertahan hingga 10 jam. Itu artinya Mathieu dan Anna harus memutar otak untuk menyelamatkan putrinya dari serangan kabut beracun.

Berpacu dengan waktu, keduanya berhasil menemukan masker oksigen dan pergi ke laboratorium, —tempat Anna bekerja, untuk mengambil baju hazmat bagi Sarah. Tensi penonton sengaja dibuat naik turun oleh film ini. Sejak menit-menit awal bencana, dikejar oleh anjing gila, hingga pertaruhan nyawa tokoh utama dengan jumlah oksigen yang kian menipis.

via: Unifrance
(Sumber: Unifrance)

Secara konsep cerita, penulis bisa mengatakan kalo film “Just a Breath Away” punya ide yang cukup fresh, karena disesuaikan oleh sejumlah kemajuan teknologi dan gaya hidup masyarakat modern di zaman sekarang. Meski gak baru-baru banget mengangkat tema cerita yang ada hubungannya dengan ‘kabut’ (red. seperti film “The Fog” dan “The Mist”), sayang premis filmnya terasa serba tanggung karena kurang bisa diterima oleh nalar, khusus oleh fans film fiksi ilmiah dengan sentuhan drama survivor.

Banyak dialog antar tokoh yang kosong dan enggak menjelaskan inti dari sumber masalah (kabut beracun) itu sendiri. Penonton semakin dibuat bingung lantaran masih ada pula anjing yang bertahan hidup di saat ada anjing lainnya mati. Meski menawarkan plot twist, beberapa adegan di film ini tetep aja terasa klise dan gampang ditebak.

Kesimpulannya

via: Unifrance
(Sumber: Unifrance)

Dari sekian banyak ketidakpastian tersebut, film ini emang cuma fokus pada kehidupan keluarga kecil Mathieu dan Anna. Beruntung film garapan Daniel Roby bisa tertolong oleh efek visual yang cukup oke menggambarkan bencana kabut bercaun tersebut. Apalagi film ini cuma punya anggaran produksi film 9 juta euro doang. Sedangkan untuk urusan chemistry dan interpretasi kedua aktor utama pada film ini masih terbilang lumayan, walaupun mereka masih bisa lebih baik.

Hematnya, “Just a Breath Away” masih pas buat lo yang butuh tontonan film fiksi ilmiah lewat sedikit polesan drama survivor, yang gak terlalu menitikbertakan krisis sebab-akibat dan bikin lo berpikir keras. Di Indonesia film ini baru mulai tayang pada tanggal 27 Juni 2018 di sejumlah bioskop CGV.

Our Score

Comments

comments

Saliki Dwi Saputra
Penulis dan tukang gambar.