Selasa, 23 April 2024

Genmuda – Kawan Muda pernah engga ngerasa kalo banyak lagu terdengar mirip satu sama lain? Selain itu, lagunya pun terdengar relatif datar meski penyanyinya udah pol-polan waktu lagi rekaman. Kenapa sih bisa kayak gitu?

Setelah dicari tau, ternyata mulai tahun 1960-an, fenomena seperti itu udah terjadi. Cuma pada saat itu lagu-lagu populer sering disebut lagu hits. Engga heran kalo pada akhirnya banyak musisi yang menjadikan lagu hits sebagai kiblat musik mereka.

Terlepas dari itu, penyebab ‘kesamaan’ itu bisa dijelasin lewat sudut pandang historis, ekonomi, dan pola hidup suatu masyarakat. Supaya lebih jelas, berikut inilah penjelasannya. Cekidot ya, gaes! Siapa tau bisa jadi inspirasi kamu dalam menikmati musik berkualitas.

1. Tuntutan pasar

via adweek.com
Penonton musik EDM. (Sumber: adweek.com)

Studi dari Medical University of Vienna, Austria bilang bahwa semakin gampang sebuah lagu dimainkan semakin besar juga penjualannya. Penelitiannya engga sembarangan, mereka udah lebih dulu meneliti kompleksitas 500 ribu album musik, 15 genre, dan 374 sub-genre.

Karena semua musik jualan dibuat mudah, jadi ada kemiripan lagu-lagu itu. Situs mic.com, 2015 bilang, produser lagu pun beraninya ngejual lagu yang nada-nadanya udah dikenal. Dengan kata lain, ngikutin apa yang lagi populer.

2. Terbatas aliran

via wired.com
Mumford & Son’s. (Sumber: wired.com)

Satu lagi yang bikin musik kedengeran sama adalah karena terbatas aliran. Bahkan musik indie yang katanya jadi musik alternatif bisa kedengeran mirip sama lagu indie lainnya. Jika ditarik benang merah, jawabannya ada pada segi marketing. Musik indie juga perlu ngejual lagu yang gampang didenger supaya musik “alternatif-nya” bisa laku di kalangan target pasarnya.

Mic.com bilang, “Musik eksperimental dan musik yang dibuat sedikit kompleks selalu jadi musik paling engga laku pada masanya.” Namun, jika ada sebuah terobosan seperti yang dilakukan ‘Mumford & Sons’ dan ‘The Lumineers’, — dua band folks itu mempopulerkan lagu yang terasa kampungan ke anak-anak gaul Amerika.

3. Dari dulu udah kayak gitu

via YouTube.com
Koes Plus. Band Indonesia era 1960an yang melulu bikin hits. (Sumber: YouTube.com)

Jenis musik ‘Mumford & Sons’ serta ‘The Lumineers’ kemudian jadi populer. Lagu-lagu mereka pun akhirnya menjadi semacam patokan oleh musisi-musisi indie lainnya dalam ngebuat lagu yang mirip hits di saat itu.

Kalo kata penjelasan Muhammad Mulyadi di bukunya ‘Industri Musik Indonesia: Suatu Sejarah,’ akhirnya lagu-lagu yang baru muncul jadi dibuat semirip mungkin sama lagu yang lagi hits saat itu. Begitu ada lagu hits baru, trennya mendadak berubah lagi.

4. Gara-gara Auto-Tune

via antarestech.com
antarestech.com

Sekitar 1996, Perusahaan Antares Audio Technologies (Antares) ngerilis sebuah efek suara beranama Auto-Tune. Efek ini secara otomatis bisa memperhalus suara penyanyi yang fals. Alat ini terus jadi semacam efek wajib di studio rekaman gede.

Nah, masalahnya Auto-Tune cuma punya satu rumus matematis buat nyetem suara. Alhasil, nuansa suara penyanyi yang rekaman dengan efek itu jadi mirip satu sama lain.

5. Karena musik sengaja dibuat flat

via YouTube.com
Red Hot Chili Peppers. (Sumber: YouTube.com)

Dalam musik, ada istilah yang namanya dynamics. Sebuah lagu dengan dynamics yang bagus punya variasi volume lembut-keras di dalamnya. Sayangnya musik seperti ini engga terlalu disukai.

Publik justru maunya mendengarkan lagu yang dibuat datar. Jadinya, engga perlu ribet mengatur volume. Bahkan LiveScience, Senin (19/9), bilang kalo banyak studio rekaman secara sengaja ngedatarin dynamics alami yang muncul waktu musisi ngerekam lagunya.

Well, lima hal di atas yang bikin lagu-lagu populer jadi terdengar monoton. Bukan cuma Talyor Swift, bahkan musisi kayak Red Hot Chili Peppers juga kena imbas monotonisme musik kayak gitu.

Terus apa hikmahnya buat anak muda yang mau bermusik? Kawan Muda engga ada salahnya ngebuat satu atau dua lagu yang ngikutin selera pasar. Tapi, jangan ragu juga buat bikin lagu yang unik. Siapa tau lagu yang unik justru yang jadi terobosan dan trendsetter ke depannya. Kalo kata ERK, “Pasar Bisa Diciptakan!” (sds)

Comments

comments

Charisma Rahmat Pamungkas
Penulis ala-ala, jurnalis muda, sekaligus content writer yang mengubah segelas susu cokelat hangat menjadi artikel.