Jum'at, 19 April 2024

Genmuda – Seperti yang udah diulas beberapa hari yang lalu sama Genmuda.com,–soal aman atau engga naik angkutan umum. Banyak dari Kawan Muda yang akhirnya ‘manggut-manggut’ setuju, ‘geleng-geleng’ menyanggah, sampai bengong dan cuma ‘ikut nyimak gan’. *lah

Oke, daripada kita saling mengumpat dan saling lempar kesalahan, yuk kita sama-sama kasih masukan postif supaya moda transportasi umum di Indonesia bisa lebih baik. Berikut ini beberapa masukan dari Genmuda.com (Engga muluk-muluk sih, minimal buat kita aman dan nyaman aja). Cekidot gaes!

1. Armada yang Layak

(Sumber: Viva)

Ini penting dan harusnya ada SNI-nya kayak helm atau tabung gas. Walaupun Dishub udah punya standartnya, tapi (lagi-lagi) aturan itu cuma numpang lewat. Klise sih, kata versi pengelola (angkutan) proses birokrasinya ngejelimet kayak rumus pythagoras. Sedangkan versi dinas terkait katanya engga semua kendaraan kedata. Lah, ini salah siapa Ki Sanak? *coba tanya rumput yang bergoyang.

Sikap tegas dan kesadaran harus benar-benar diambil di tahap ini. Bisa dibilang pemeriksaan/uji kelayakan kendaraan jadi HARGA MATI sebelum beroperasi. Udah engga jaman juga lah, malas lapor ke dinas, atau ada politik uang. Percuma ada revolusi metal saudara-saudari! Betul engga?

2. Infrastruktur yang memadai

(Sumber: Gres News)

Namanya mengelola negara, pasti engga semua kemauan rakyat bisa langsung terpenuhi. Sebagai anak muda yang tahu proses perputaran dan pembangunan negeri ini, kita WAJIB banget buat bertanya kenapa jalanan masih banyak lubang? kenapa perlintasan kereta api banyak yang engga aman? kenapa kendaraan engga layak boleh narik? kenapa? KENAPA BANG JAWAB HAYATI?

Dari sekian banyak pertanyaan ‘kenapa’ itu, kalian pasti bakal bertanya, “kemana pajak yang gue bayar?” (Kalau lo udah bayar pajak dengan semestinya boleh lah nuntun ini) Tapi mirip Inspektur Vijay, yang selalu datang setelah kejadian, pastinya langkah-langkah pencengahan kayak gini udah harus dilakukan sebelum sesudah, namanya juga pencegahan.

Engga mesti saling lempar kesalahan ‘kenapa’ dan ‘gimana’. Kamu sendiri udah menjaga/ngegunain fasilitas umum dengan seharusnya engga?

3. Seleksi Pengemudi

(Sumber: Berita Satu)

Seolah jadi momok, pengemudi resmi jadi barang langka kalau terjadi kecelakaan yang melibatkan transportasi umum. Paham sih, proses birokrasi itu engga kayak korek kuping, tapi apa salahnya jika si supir (yang harus bertanggung jawab atas penumpangnya) meluangkan waktu buat memenuhi kewajibannya mengantar penumpang dari tujuan awal sampai akhir?

Kebiasaan inilah yang melahirkan bibit ‘supir tembak’. Hematnya, ya oknum-oknum terkait wajib banget menyeleksi secara ketat dan asal-asalan. Dan yang paling penting rutin diperiksa kelengkapannya sebelum narik jangan jadi musiman doang.

4. Kenyamanan

(Sumber: Teropong Senayan)

Siapa sih yang engga suka bayar murah tapi dapat fasilitas nyaman? Saat saya menulis tulisan ini, saya pun yakin setiap dinas-dinas terkait selalu mengusahakan kenyamanan yang terbaik buat masyarakat. Sialnya engga sedikit dari kita yang mengorbankan kenyamanan karena masalah ‘buru-buru’ atau ‘engga mau ngalah’. Alhasil, naik kendaraan umum tidak senyaman di negara-negara tetangga.

Kasus ini sebenarnya bisa berjalan beriringan. Pemerintahan mengusahakan apa yang seharusnya jadi kewajiban mereka, dan kita bisa legowo buat mewujudkan kenyamanan yang didambakan. *Cieleh…

5. Jangkauan Wilayah

(Sumber: Pos Kota)

Bukan cuma mobil touring doang sih yang punya daya jelajah di segala medan. Angkutan umum mungkin bisa memenuhi kebutuhan tersebut. Data dari Pemda DKI pada tanggl 17 November 2015 aja merilis, ada 5,09 juta orang yang bekerja di DKI Jakarta, termasuk mereka yang tinggal di Jabodetabek loh.

Pastinya ini jadi bukti kalau angkutan umum berperan dalam aktivitas mereka. Kalau wilayahnya terhubung dengan kota-kota Jabodetabek, masyarakat pun akan punya pertimbangan buat beralih ke transportasi umum.

6. Jadwal (Perkiraan Tiba)

(Sumber: Huffington Post)

Kalau ngelihat DKI Jakarta mungkin ini mirip Skripsi yang bobotnya 6 SKS. Tapi hal ini mungkin jadi acuan. At least kita bisa tahu perkiraan waktu tiba angkutan berapa menit.

Pada akhirnya, lewat jadwal (meleset atau engganya) kita semua bisa belajar apa yang jadi kendala tersebut muncul. Jalur yang padat, armada yang kurang, atau lain sebagainnya. Engga ada salahnya juga kan belajar dari hal kecil dari jadwal tersebut.

7. Tarif

(Sumber: RMOL)

Bohong banget kalau ini engga jadi patokan buat orang memilih angkutan umum. Semakin jauh jarak rumah dengan kampus atau tempat kerja, memaksa kamu harus ngeteng angkutan. Sambung-menyambung menjadi ‘buntung’. (Yah, buntung kantongnya)

Walau sudah disubsidi mungkin masih aja ngeberatin masyarakat. Lebih lucunya, saat BBM Naik ongkos pun naik. Tapi saat BBM turun ongkos angkot jarang ada yang mau turun. *mikir


 

Hikmahnya, berbagai polemik soal angkutan umum emang mirip benang kusut atau layangan singit. Tapi selama kita mau berubah, rasanya engga perlu lagi sok apatis atau berputus asa. Kesadaran bisa diciptakan dari diri kita sendiri. Kalau negara lain bisa? Kenapa Indonesia engga?

Ah, udah dulu ya serius-seriusannya! Tetap beripikir postif ya buat Indonesia yang lebih baik!

Comments

comments

Saliki Dwi Saputra
Penulis dan tukang gambar.