Jum'at, 19 April 2024

Genmuda – Jadi seorang entrepreneur bukan hal yang gampang. Pernah gagal lebih dari 10 kali sampai jadi kuli pasir pernah dijalani Danu Sofwan. Cowok ini sekaligus ngebuktiin kalau titik terendah dalam hidupnya bisa menjadi momentum meraih kesuksesan sebagai seorang CEO dari franchise Randol (Radja Cendol).

Engga ada kata gengsi dalam kamus hidup Danu. Bahkan guna mewujudkan usahanya tersebut, doi rela mengumpulkan uang dari upahnya sebagai kuli pasir. Melalui kerja kerasnya, kini Radja Cendol sudah mendapatkan lebih dari 600 mitra usaha di seluruh Indonesia.

Hal inilah yang kemudian membuat Genmuda.com tertarik menemui Danu di kantornya di daerah Jakarta Timur beberapa waktu lalu. Berikut hasil wawancara kisah sukses Danu Sofwan si Radja Cendol!

 

Genmuda: Bisa diceritain dong awal mula kamu memulai si Radja Cendol?

Danu: Pertama kali bikin ‘Randol’ karena ngelihat pangsa pasar di Indonesia [sampai sekarang] terintimidasi sama kuliner luar. Akhirnya saya datang ke acara bazar atau festival kuliner, ternyata jarang banget pelaku pasar atau usaha yang menjual produk tradisional Indonesia.

Di situ saya berfikir, ‘Apa emang engga ada pasarnya? emang gak laku? atau justru ada tantangan tersendiri buat saya?’ Terus saya observasi dan riset, akhirnya mencuatlah si cendol yang mewakili Indonesia.

 

Genmuda: Kenapa akhir kamu memilih cendol?

Danu: Jadi pas saat riset ternyata cendol itu masuk dalam daftar ’50 minuman terlezat di dunia versi CNN’. Indonesia pun mewakili dua minuman paling lezat, es kelapa muda dan es cendol. Dari situ saya mikir lagi, ‘Gimana caranya supaya si cendol ini bisa dilirik dan diterima sama pasar modern’.

Terus saya modifikasi, kasih sentuhan topping, dan saya ubah santan dengan susu full cream. Alhamdulilah bisa diterima masyarakat dan cendol ini menjadi minuman long lasting serta bisa bersaing dengan minum-minuman luar.

 

Genmuda: Kalau boleh sharing berapa sih modal awal usaha kamu ini?

Danu: Saya lahir dari keluarga yang bangkrut. Saat saya lulus SMA tahun 2006, ayah saya –yang bekerja sebagai kontraktor– bangkrut dan dua tahun kemudian beliau meninggal. [Mungkin karena penyakit pikiran] Saya pun emang engga ada basic wirausaha karena dari dulu kehidupan saya terpenuhi, tapi setelah beliau meninggal saya udah jadi tulang punggung keluarga karena saya laki-laki satu-satunya di keluarga.

Fasenya lumayan panjang buat bangkrut, saat ayah saya bangkrut, beliau engga ninggalin apa-apa. Kita mau makan harus jual ini-itu. Engga punya modal apa-apa. Saya basicnya cuma SMA dan engga punya apa-apa buat kerja. Akhirnya saya tanya teman, ‘usaha apa yang gak butuh modal?’, jawabannya jadi ‘reseller’.

Danu mengungkapkan kalau ia sempat gagal berkali-kali sebelum mendirikan Radja Cendol. (Foto: Genmuda.com/2015 Everlyn)
Danu mengungkapkan kalau ia sempat gagal berkali-kali sebelum mendirikan Radja Cendol. (Foto: Genmuda.com/2015 Everlyn)

Jadi balik ngomongin modal nih, di tahun 2012 saya pernah jadi kuli pasir di Cianjur yang seminggunya dibayar 50 ribu. 40 ribu saya kasih keluarga saya buat makan, 10 ribunya buat saya kumpulin buat buka usaha sendiri. Ngamen pun juga dilakuin selama saya bisa. Karena saat teman-teman seumuran saya sedang sibuk-sibuknya menaikan gengsi mereka, saya justru sibuk buat belajar hal-hal sederhana.

Dari uang itu saya kumpulin, semuanya hal teknis serta oprasional saya pelajarin sendiri. Saya bahkan tidur dua jam sehari, sampai harus tidur di terminal dan bandara buat ngebuka sistem.

“Kuncinya emang menjadikan budak buat diri sendiri kerja sampai berdarah-darah deh dan yang paling penting sih inovasi di usaha ini.”

 

Genmuda: Apa yang membedakan Radja Cendol dengan cendol lainnya?

Danu: Secara signifikan kita pakai susu bukan santan. Jadi lebih sehat dan higienis. Pemilihan susu pun ada visi misinya, karena Indonesia adalah negara dengan konsumsi susu paling rendah di ASEAN. Dibandingkan Malaysia dan Singapura, negara kita cuma 12 liter/kapita tiap tahun.

Di sini saya ingin berkontribusi walau sedikit dalam budaya minum susu sehat di masyarakat Indonesia. Secara bisnis akhirnya si cendol pangsa pasarnya jadi lebih luas, buat anak-anak hingga dewasa. Selain itu, tiap tiga bulan sekali Randol selalu keluarin dua menu terbaru dengan penamaan menu yang unik. Nama-nama ini pun menjadi menu yang pasti engga dimiliki sama minuman lainnya di Indonesia.

 

Genmuda: Total ada berapa variant yang sudah kamu develop?

Danu: Total ada 18 variant. Dan pembuatan nama-nama menu tersebut saya lakukan itu sendirian, malah sampai migran. Hahaha… Kita pun ngikutin pasar, pasar lagi musim cokelat atau green tea, dll. Sense seperti itu emang harus kita miliki sih.

 

Genmuda: Cendol kan rentan banget rusak, ada engga kendala paling berat buat kamu ngembangin atau ngedistribusiin si Randol?

Danu: Pasti ada, apalagi cendol kita engga mau pakai pengawet dan pewarna, jadi rentan rusak dan hancur. Cuma kita tetep engga mau pakai pengawet dan pewarna, supaya kuat dan untung. Cendol kita ini cuma tahan 3 hari, hijaunya pun kita cuma pakai daun suji. Jadi banyak banget kendala buat ke luar kota, karena cuma bisa tahan 6 jam.

Tapi sejauh ini banyak kan casenya si cendol ini rusak, akhirnya saya coba develop lagi. Kita kemudian kerja sama dengan salah satu pabrik makanan di Surabaya. Jadi cendol yang dikirim ini adalah tepung olah, jadi si mitra tinggal masak 10 menit jadi. Alhamdulillah 8 bulan kita develop jadi solusi problem tersebut.

 

Genmuda: Apa kentungan yang didapetin mitra franchise si Randol?

Danu: Pertama kita punya visi dan misi untuk membudidayakan minuman asli Indonesia. Kalau ngomongin ilmu itu pasti, karena banyak banget anak muda yang gabung jadi panglima (mitra), jadi istilah-istilah yang kita buat di sistem [franchise] tersebut jadi brandawarness kita. 60 persen mitra kita pun kebanyakan anak muda. Dan kebanyakan kita evaluasi terus. Makanya saya punya rumus yang disebut EPIK; evaluasi, perbaiki, introspeksi, dan komunikasi.

Lewat kreasinya, Randol mengajak mitranya untuk mempromosikan cendol sebagai minum khas Indonesia (foto: Genmuda.com/2015 Everlyn)
Lewat kreasinya, Randol mengajak mitranya untuk mempromosikan cendol sebagai minum khas Indonesia (foto: Genmuda.com/2015 Everlyn)

Selain itu, kita juga bisa dibilang salah satu franchiser ownership, artinya kita bisa costum nama brand kita sendiri. Kita kasih tenda dan mereka bisa cetak nama mereka sendiri. Biar apa? Biar mereka loyal dan bangga dengan usaha mereka. Malah 80 persen usaha kita dikenal dari sosial media jadi sangat ngena banget di anak-anak muda.

 

Genmuda: Apa resolusi terbesar kamu di tahun 2016 ini?

Danu: Meningkatkan daya saingin, selalu inovatif, dan konsisten. Misi terbesarnya tentu membesarkan nama si cendol ini.

 

Genmuda: Sejauh ini ada engga rencana ekspansi ke luar Indonesia?

Danu: Udah banyak permintaan sampai Spanyol bahkan, cuma dalam waktu dekat kita mungkin baru mau masuk ke Malaysia dan Singapura karena terkait perizinan dan birokrasi jadi agak lama. So far panglima di sana sudah cukup ready. Selain itu kebanyakan kan kita terus digempur sama minuman asing, sekarang jadi saatnya giliran kita gempur mereka. hahaha…

 

Genmuda: Suka dukanya selama ngebesarin si Randol ini apa aja?

Danu: Banyak banget. Saya selalu mensyukuri apa yang saya punya. Sebenarnya tujuan saya memiliki usaha itu sederhana, saya cuma pengen keluarga saya engga khawatir besok harus makan apa, kalau sakit berobatnya gimana. Itu aja, simple.

“Makanya saya banyak ngelakuin hal-hal sederhana, karena saya yakin keberhasilan bisa datang kapan aja bahkan dengan cara yang paling sederhana.”

 

Genmuda: Kalau omzet yang kamu peroleh tiap bulannya berapa?

Danu: Kalau kita ngomongin paling rendah, khusus biaya bahan baku aja sih sekitar 10.000 cup/hari. Kita asumsikan HPP [harga pokok penjualan] Rp.5.000/cup udah lengkap buat mitra kita.

 

Genmuda: Apa tips buat kamu buat Kawan Muda yang mau jadi wirausaha?

Danu: Kita tanya diri kita sendiri, kita mau kerja keras engga? Atau kita mau engga jadi budak buat diri kita sendiri? Dunia wirausaha adalah dunia yang engga aman.

“Jadi emang balik lagi ke passion kamu, berani terima tantangan dan meyelesaikannya. Intinya tanya diri kita sendiri udah siap atau engga.”


Secara sederhana Danu jadi salah satu anak muda yang engga mau menyerah pada keadaan. Lewat sejuta mimpi dan aksi berhasil mengantarkan Danu pada level seperti sekarang. Kalau dibilang puas sampai di sini aja, mungkin Danu bakal menjawab ‘belum’. Hal tersebut pun tersirat dengan kemauannya untuk terus belajar.

Melihat cerita Danu, Kawan Muda pun bisa mengambil berapa pelajaran sebelum menjadi seorang entrepreneur. Seperti katanya, keberhasilan bisa datang dari hal-hal sederhana. “Expect the unexpected, then living with your way!”

 

Comments

comments

Saliki Dwi Saputra
Penulis dan tukang gambar.