Kamis, 28 Maret 2024

Genmuda – Dapet IP nasakom (nasib satu koma), UAS jelek, atau telat bikin makalah sebaiknya gak usah terlalu dipikir. Goncangan macam itu masih terbilang kecil dan engga sefatal penipuan yang dilakuin secara sadar.

IP bisa ditinggiin di semester selajutnya, meski usahanya besar. Nilai UAS masih bisa diperbaiki dengan memohon remedial dan tugas tambahan ke dosen. Makalah susulan masih boleh dikumpulin setelah nego ke dosen.

Sedangkan, kecurangan dalam bidan akademis itu fatal banget. Bukan hanya mengikis kepercayaan orang lain, tetapi berpotensi merusak citra instansi pendidikan bahkan keluarga. Kasus menyebalkannya ada di bawah ini.

1. Kisah kecurangan Krimi

Seorang mahasiswa FEB UI berinisial HDS dikeluarkan tahun 2013 karena berbagai tindak kecurangan saat ujian. Doi membawa kabur lembar jawaban ujian untuk diperbaiki. Kemudian, mengumpulkannya dengan dalih ditemukan OB setelah terjatuh.

Trik itu doi lakuin ketika semester 1 dan diulangi di semester berikutnya. Efeknya, doi diberi nilai F (failed) di semua mata kuliah semester 2. Karena perolehan IP dan SKS-nya gak sesuai standar beban studi, maka HDS yang juga disebut “krimi” harus disingkirkan.

Sekarang, doi diduga memalsukan transkrip nilai dengan mengganti nilai F jadi A. Kecurangan itu diduga jadi salah satu faktor keterimanya doi di Universiti of Malaya, Malaysia. Kecurangan belum selesai.

Doi dikeluarin dari salah satu klub mahasiswa karena mencatut nama dekan sehingga ketermia magang di salah satu bank. Karena ulah berbagai insititusi, mulai dari kampus Indonesia, malaysia, hingga bank, harus menelan pil pahit: dikibulin seonggok makhluk berakal banyak.

2. Huru-hara ala Hartanto

via batampos.co.id
Dwi Hartanto dan BJ Habibie. (Sumber: batampos.co.id)

Dwi Hartanto sempat mengklaim lulusan Tokyo University, ikut program post-doctoral sekaligus asisten profesor bidang aerospace di Technise Universiteit (TU) Delft Belanda, lalu meneliti satelit dan roket.

Klaimnya makin banyak seiring berjalan waktu. Doi mengaku jadi technical director project roket dan satelit Kementerian Pertahanan Belanda. Bilang juga kalo doi menangin lomba riset teknologi dunia dengan penelitian berjudul “Lethal Weapon in the Sky.”

Ternyata, itu semua bohong. Hartanto adalah lulusan Institut Sains dan Teknologi AKPRIND Yogyakarta yang lanjut sekolah di program doktoral (bukan post-doktoral) TU Delft.

Dwi Hartanto emang bikin roket, tapi bukan merupakan project Kementerian Pertahanan Belanda. Melainkan, project amatir mahasiswa. Kabar kemenangannya di kontes riset pun cuma isapan jempol.

Doi hanya memanipulasi contoh cek hadiah, nulisin namanya, membubuhi nominal hadiah sebesar 15.000 euro, lalu berfoto sama cek palsu tersebut. Hasil fotonya diupload ke medsos dan bikin gehger netizen.

3. Tulisan Afi Nihaya yang berbahaya

via majalahkartini.co.id
Afi Nihaya. (Sumber: majalahkartini.co.id)

Kelakuan Afi Nihaya mirip-mirip Gaspar muda di novel “24 Jam Bersama Gaspar”. Keduanya sama-sama ngambil tulisan keren, mengeditnya sedikit tanpa mengubah banyak substansi, lalu mencantumkan nama sendiri.

Kalo Gaspar menang hadiah sebagai cerpenis terbaik, Afi Nihaya dipuji-puji media dan bahkan sampe diundang ke acara Hari Lahir Pancasila di Istana Negara. Namun demikian, netizen merasa aneh karena tulisan Afi mirip banyak tulisan yang bertebaran di internet.

Salah satu tulisan yang diambil tanpa cantumin sumber adalah “Dengan senjata, kita bisa membunuh teroris. Dengan pendidikan, kita bisa mengakhiri terorisme.”

Itu kan perkataan ikonik Malala Yousafzai, aktivis asal pakistan kelahiran 1997 yang raih penghargaan Nobel perdamaian karena memperjuangkan hak pendidikan bagi anak-anak. Yah, akhirnya banyak media dan Istana Negara harus terima kenyataan terjebak tipu-daya anak SMA.

4. Nyali Djaali untuk Urusan Disertasi

via quipper.com
Universitas Negeri Jakarta. (Sumber: quipper.com)

September 2017 adalah masa yang menyebalkan bagi Universitas Negeri Jakarta. Rektornya, Djaali, diberhentikan sementara menyusul dugaan sejumlah penyelewengan dalam bidang akademik. Salah satunya, kasus beliau meluluskan pelaku plagiarisme tingkat doktoral (S3).

Di antara plagiator yang disertasinya diloloskan adalah Nur Alam, Gubernur Sulawesi Tenggara, kampung halaman sang rektor. Kecurigaan terhadap disertasi berjudul “Evaluasi Program Bank Perkreditan Rakyat Bahteramas di Provinsi Sulawesi Tenggara” itu karena kerancuan tanggal pembuatan.

Bab I dibuat pada 20 Juli 2016. Bab II dan Bab III dibuat dalam rentang bersamaan pada 21 Juli 2016. Sementara itu, Bab V dibuat jauh sebelumnya, yaitu pada 29 Juni 2016.

Setelah diteliti lebih dalam, Bab I karya ilmiah doktoral itu 74,4% sama dengan sejumlah skripsi, salah satunya dari jurnalskripsitesis.com tertanggal 29 Oktober 2007. Jabatan Djaali pun diganti sama Intan Ahmad sebagai pelaksana harian tugas rektor UNJ.

5. Karena nafsu, berani memalsu

via detik.net.id
Ijazah palsu yang disita polisi. (Sumber: detik.net.id)

Tujuh pengguna ijazah dan akta palsu ditangkap Polres Jakarta Barat. Dokumen-dokumen itu mau dipake untuk daftar sebagai calon Bintara Polri 2017 periode 14 Maret – 15 April lalu.

Ijazah palsu itu dibuat untuk meninggikan nilai ujian supaya mencapai standar Polri dan memudakan tanggal lahir biar engga melewati batas usia pendaftaran yang merupakan 21 tahun. Soalnya, ada beberapa pengguna ijazah dan akta palsu yang usianya udah 22 tahun.

Pelajaran berharga dari lima kasus di atas cuma satu. Kebohongan hanya melahirkan kesulitan. Jadi, jangan pernah palsuin sesuatu. Ketenaran tuh bakal dateng dengan sendirinya. Kalo gak dateng yaudah. Apa salahnya sih jadi warga jujur yang rendah hati? Daripada dicibir sampe masuk bui ye’kan. (sds)

Comments

comments

Charisma Rahmat Pamungkas
Penulis ala-ala, jurnalis muda, sekaligus content writer yang mengubah segelas susu cokelat hangat menjadi artikel.